Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Puno: Letters to The Sky", Pertunjukan Boneka yang Dibanjiri Rindu dan Air Mata untuk Orang Tercinta (2)

Kompas.com - 06/07/2018, 12:00 WIB
Wijaya Kusuma,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kehilangan Puno, ayah tercintanya, membuat Tala, nama gadis kecil itu, terpuruk. Untuk belajar menerima rasa pahit itu, dia kerap menuliskan perasaan-perasaannya di sebuah kapal kertas yang diberikan ayahnya dulu.

Tala yakin bahwa surat yang ditulisnya akan dibaca oleh ayahnya.

Ini adalah sepenggal cerita dari "Puno: Letters to The Sky", karya yang dipentaskan oleh tim Papermoon Puppet Theatre di  IFI-LIP Yogyakarta, Rabu (4/7/2018). Pementasan ini merupakan pertunjukan pertama di Tanah Air setelah teater boneka pimpinan Maria Tri Sulistyani ini keliling Asia Tenggara.

Baca juga: Puno: Letters to The Sky, Berdamai dengan Pahitnya Rasa Kehilangan Orang Tercinta (1)

Perempuan yang kerap disapa Ria Papermoon ini mengatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami kehilangan orang-orang tersayang. Rasanya sama, pahit dan merasa tak berdaya.

Oleh karena itu, karya ini dihadirkan. 

Rindu dan air mata

Menurut Ria, selama ini kematian menjadi hal yang tabu dibicarakan antara orangtua dan anaknya. Padahal cepat atau lambat, manusia akan tetap meninggal dunia sehingga orang kadang-kadang tidak tahu cara berdamai dengan perasaan kehilangan itu.

Baca juga: Cerita Si Kembar RI 1 dan RI 2, Kakak Ingin Jadi Programmer, Adik Jadi Wakil Presiden (2)

Orangtua, lanjut Ria, selalu menjaga anaknya agar tidak sedih dan kecewa. Mereka kerap melakukan segala hal agar anaknya bahagia sehingga salah satu caranya adalah dengan ntidak mengatakan realitas yang sebenarnya, termasuk tentang kematian.

"Lewat karya ini saya berharap ini menjadi hal yang bisa dibicarakan antara orangtua dan anak. Karya ini pas banget ketika ditonton anak dan orangtuanya," ucapnya.

Ria mengatakan, penonton yang telah menyaksikan pementasan "Puno: Letters to the Sky" mengaku tergugah ingatannya akan orang-orang yang telah pergi. Bahkan banyak penonton yang menangis, terutama anak-anak.

"Banyak penonton kami yang tiba-tiba jadi kangen. Ada juga anak kecil yang sepanjang pertunjukan memeluk ibunya dan bilang agar ibunya jangan mati duluan," tuturnya.

Baca juga: Ibu Hamil dan Anak Balitanya yang Berbagi Pelampung Saat Kapal Tenggelam Ditemukan Tewas

Simbol-simbol yang dihadirkan dalam pementasan "Puno Letters to the Sky" juga memiliki makna tersendiri, seperti media kapal kertas yang dijadikan tempat untuk menulis semua ungkapan perasaan Tala.

"Di banyak kultur, kapal menjadi alat transportasi untuk berjalan di kehidupan selanjutnya. Alasan paling kuat, seniman Filipina teman kami yang meninggal itu tempat abunya bentuknya kapal, ya ini sebagai tanda kehadiran dia di pementasan," kata Ria.

Pengalaman nyata

Ya, seharusnya Papermoon Puppet Theatre berkolaborasi dengan seorang seniman dari Filipina untuk membuat karya tentang langit. Namun sebelum karya tersebut terealisasi, dia meninggal dunia meninggalkan dua anaknya yang masih kecil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com