Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Masjid Menara Kudus yang Bikin Ciut Nyali Pejabat Nakal (3)

Kompas.com - 18/06/2018, 08:42 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

KUDUS, KOMPAS.com - Berbagai cerita muncul mengiringi perjalanan Masjid Menara Kudus di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah‎.

Mulai dari cerita bahwa masjid ini merupakan masjid dengan menara yang pertama kali digunakan untuk mengumandangkan azan di Jawa, masjid adalah bekas candi dan tempat pembakaran jasad pemimpin di masa Majapahit, hingga cerita tentang lokasi sumber air yang ditutup oleh Sunan Kudus.

Baca juga: Masjid Menara Kudus, Saksi Hidup Toleransi dari Masa ke Masa (1)

‎Denny Nur Hakim, Staf Dokumentasi dan Sejarah Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK), mengatakan, ada dua pendapat tentang sejarah Masjid Menara Kudus.

Pendapat pertama mengatakan bahwa menara pada Masjid Menara Kudus merupakan peninggalan dari masyarakat Hindu. Tempat ini dahulu dipergunakan sebagai tempat ibadah dan pembakaran jasad para raja atau pemimpin masa itu.

Cerita dari masa ke masa

Di kompleks Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, ada delapan pancuran untuk wudhu yang. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO Di kompleks Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, ada delapan pancuran untuk wudhu yang. Di atas pancuran itu diletakkan arca. Jumlah delapan pancuran konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.
Sementara itu, pendapat kedua mengatakan bahwa menara adalah peninggalan dari Sunan Kudus.

Dari dua pendapat tersebut, lanjut Denny, yang akhirnya di‎percaya oleh masyarakat Kudus adalah pendapat kedua.‎ Kepercayaan itu didukung oleh sejumlah bukti.

Baca juga: Kisah Masjid Menara Kudus yang Pernah Dicetak di Uang Kertas Rp 5.000 (2)

Pertama adalah tata letak atau lokasi Masjid Menara Kudus yang menghadap ke arah barat sesuai arah kiblat dalam ajaran agama Islam.‎

Kedua adalah bahwa pada bagian bodi Menara Kudus tidak ada relief atau ukiran yang menceritakan kehidupan makhluk hidup (manusia dan hewan)‎ yang bukanlah ajaran Islam.

"Ketiga, pada bodi menara Kudus dan di dalam masjid tidak ada banyak arca atau patung.‎ Dari ketiga alasan itulah yang memperkuat masyarakat untuk mempercayai bahwa menara murni peninggalan dari Sunan Kudus," kata‎ Denny pada akhir Mei lalu.‎

Denny lalu bercerita bahwa di bawah bangunan menara setinggi 18 meter itu terdapat sebuah sumber air. Konon sumber air itu diberi nama Banyu Panguripan atau air kehidupan. Mitos yang berkembang turun-temurun adalah seseorang bisa awet muda jika mengonsumsi air itu.‎

Bahkan, mahluk hidup yang telah mati apabila diceburkan ke dalam mata air tersebut bisa hidup kembali. Karena dikhawatirkan akan dikultuskan, lanjut Denny, maka ditutuplah mata air tersebut dengan bangunan menara oleh Sunan Kudus.‎

"‎Menurut cerita turun temurun sumber air tersebut adalah air kehidupan. Sampai akhirnya ditutup oleh Sunan Kudus dengan bangunan menara," ungkap Denny.‎

"Penelitian BPCB membenarkan ada sumber air di bawah bangunan Menara Kudus. Namun air itu berfungsi sebagai alat pengatur suhu bangunan. Bukan hanya pada Menara Kudus saja yang terdapat sumur. Tetapi bangunan seperti candi juga terdapat sumur yang umumnya berfungsi sebagai pengatur suhu," tambahnya kemudian.‎

Sementara itu, mengenai cerita bahwa menara di masjid ini adalah tempat pertama kali mengumandangkan azan di Jawa, Denny membantahnya.

"‎Tentunya tidak karena ada Demak terlebih dulu. Semasa Sunan Kudus, azannya di atas Menara Kudus. Sekarang‎ adzannya di ruang audio masjid. Untuk menabuh beduk masih dilakukan di menara. Hanya orang tertentu yang boleh ke atas menara‎," pungkasnya.‎

Bersambung ke halaman dua: Tak ada yang pejabat yang berani lewat gerbang masuk Masjid Menara Kudus...

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com