Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Ingin Kerajinan Perkakas Tradisional Masuk Kurikulum Sekolah

Kompas.com - 22/02/2018, 22:05 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengaku bahagia bertemu dengan pembuat perkakas atau pandai besi favoritnya sewaktu kecil dulu di Dusun Junti, Desa Kutagandok, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, Kamis (22/2/2018).

"Dulu saya kalau menyangkul atau ngarit di sawah, atau memotong bahan pohon, saya selalu minta cangkul, arit atau golok merek Waja Selap. Sekarang saya kaget ternyata bertemu langsung pembuatnya di bengkel pandai besinya," jelas Dedi di lokasi pandai besi Waja Selap, Karawang, Kamis sore.

Dedi menambahkan, produk Waja Selap memiliki kualitas tinggi, ketajaman yang baik, dan daya tahan yang kuat. "Ini sangat baik, jadi bisa memotong dengan cepat," kata dia.

Produk perkakas Waja Selap di eranya sangat terkenal di daerah Jawa Barat. Kerajinan pandai besi ini adalah salah satu produk unggulan asli daerah yang diciptakan oleh Nerman sekitar 70 tahun lalu. Namun karena banyaknya produk perkakas impor, baik dari pabrikan maupun perajin lain, maka produk ini mulai tergerus di pasaran dan kurang peminat.

Baca juga : Dedi Mulyadi Bantu Ibu yang Digugat 4 Anaknya di Bandung

Dedi menambahkan, seharusnya ada sekolah khusus pembuatan perkakas besi tradisional, sehingga bisa menciptakan generasi penerus. Selain melestarikan warisan leluhur, lulusannya nanti akan membuka peluang usaha baru dan produknya akan semakin terkenal.

"Khawatir karena tidak ada penerus maka pembuatan perkakas besi ini akan musnah. Saya pun berharap pembuatan perkakas besi ini dimasukkan ke kurikulum," ujarnya.

Baca juga : Dedi Mulyadi Borong Petai di Pasar Renggasdengklok

Dian Mardiana (45), salah seorang keturunan Nerman mengaku selama ini produknya masih mengunggulkan kualitas seperti di era pendahulunya. Sehingga, para peminat dan langganannya berani membeli dengan harga tinggi karena disesuaikan dengan hasil produk.

"Saya hanya membuatnya tergantung pesanan saja. Jadi kalau tidak ada yang memesan saya tidak buat sama sekali. Harganya bervariasi, namun yang paling mahal tentunya adalah cangkul yang saya hargai Rp 180.000 untuk kualitas biasa," tambahnya.

Kompas TV Dedi menilai hal itu merupakan dukungan karena adanya hubungan kedekatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com