Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Masa Sih, di Daerah Penghasil Beras, Kok Berasnya Mahal Terus"

Kompas.com - 18/02/2018, 13:22 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

INDRAMAYU, KOMPAS.com - Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terus blusukan menemui warga di Jawa Barat. Kali ini dia menemui pedagang di Pasar Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Minggu (18/2/2018).

Langkahnya ini meneruskan kebiasaannya sejak sepuluh tahun lalu bertemu warga di perkampungan untuk mencari aspirasi warga bersama solusinya.

Saat berkunjung ke pasar, Dedi menerima banyak keluhan dari warga yang sedang berbelanja di salah satu pasar legendaris itu. Salah satunya, Tinah (45) yang mengeluhkan mahalnya harga beras. Padahal, Indramayu sebagai tempat kelahirannya merupakan salah satu lumbung padi Jawa Barat.

"Saya tuh bingung Kang Dedi, ini Indramayu katanya penghasil beras tapi kok saya beli beras mahal sekali," keluhnya, Minggu pagi.

Hal sama diungkapkan warga lainnya, Siti (38). Siti mengaku selalu kesulitan mendapatkan makanan pokok tersebut dan sekarang harganya menjadi semakin mahal. Padahal, ia sehari-hari bekerja sebagai buruh tani di kampungnya.

Baca juga : Dedi Mulyadi Janji Bangun Rumah Sakit Khusus Pengobatan Tradisional

Diakui Siti, beras dengan kualitas premium sangat jarang dikonsumsi oleh keluarganya. Penghasilan keluarga yang pas-pasan membuat keluarganya terpaksa mengonsumsi beras sejahtera atau beras miskin (raskin).

"Terpaksa nunggu pembagian beras miskin. Kalau beras bagus gak kebeli, uangnya gak cukup," ujar dia.

Dedi Mulyadi pun berjanji jika dirinya terpilih akan mengubah pola distribusi padi maupun beras dan pola pengupahannya.

Selama ini, kata Dedi, upah buruh mulai dari penanaman, pengangkutan dan penjemuran padi telah menjadikan biaya produksi membengkak. Ditambah, distribusi padi dan beras ke kota kemudian dikembalikan lagi ke desa semakin menambah pembengkakan biaya tersebut.

"Alur ini harus segera dibenahi. Masa sih, di daerah penghasil beras, kok berasnya mahal terus," katanya.

Baca juga : Kaget Bertemu Dedi Mulyadi, Pedagang Golok Ini Juga Keluhkan Kendala Bisnisnya

Karena itu, lanjut dia, sistem pengupahan buruh tadi tidak boleh lagi berbasis uang, tetapi harus berbasis bagi hasil panen. Ini untuk mempermudah para buruh tani menikmati hasil keringat mereka sendiri sehingga mereka tidak perlu membeli beras di pasar.

"Misalnya ada gabah 1000 ton, simpan dulu di daerah penghasil, dihitung berapa kebutuhan daerah itu, jangan dibawa dulu ke kota," pungkasnya.

Kompas TV Dedi menilai hal itu merupakan dukungan karena adanya hubungan kedekatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com