Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Si Capung Angkut 25 Kg Hasil Bumi di Kepala Lintasi Rimba dan Bukit Terjal

Kompas.com - 31/01/2018, 16:55 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Asap tembakau mengepul dari mulut Wawan (36). Di kepalanya terdapat 30 kilogram biji kopi dalam karung.

Tak lelah meski dia harus berjalan naik bukit melintasi rimba Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), Desa Sungai Lisai, Kecamatan Pinang Belapis, Provinsi Bengkulu.

Wawan dikenal sebagai capung. Capung adalah julukan untuk masyarakat yang menyediakan jasa angkut hasil bumi dari Desa Lisai ke kota Muara Aman, Kabupaten Lebong.

Untuk menjadi capung, seseorang membutuhkan stamina prima. Setiap hari, capung harus berjalan melintasi rimba, bukit dan jurang terjal membawa beban di kepala atau pundak. Panjang jalur tempuh sekitar belasan kilometer.

"Jalurnya tidak jauh tapi medannya perbukitan dan jurang yang melintasi hutan belantara. Tak ada transportasi motor apalagi mobil karena hanya ada jalan setapak," ujar Wawan.

Menurut Wawan, orang yang kerap mengangkut barang seperti capung. Beban seperti kopi, beras, gula, diletakkan di kepala.

"Jadi mirip capung," ungkapnya.

Upah yang diterima Wawan per kilogram beban sebesar Rp 2.000. Per hari Wawan sanggup membawa 50 kilogram beban pulang pergi.

"Pergi bawa 25 kilogram pulang juga sekitar 25 kilogram maksimal. Jadi bisalah dapat upah setiap hari sekitar Rp 80.000 hingga Rp 100.000," katanya.

Biasanya, saat menuju kota, Wawan membawa biji kopi dan kulit nila. Lalu dari kota menuju desa, dia membawa berupa gula, sabun, misalnya.

Umumnya, pengguna jasa Wawan adalah pemilik warung dan warga. Di Desa Sungai Lisai, terdapat sekitar 10 orang bekerja sebagai capung. Pagi hari mereka berangkat sore mereka pulang.

Desa Sungai Lisai terletak di tengah TNKS tidak ada akses jalan menuju kawasan itu karena kawasan itu merupakan taman nasional dan hutan konservasi.

Jauhnya akses menuju desa tersebut kerap kali menyulitkan 300 jiwa warga yang bermukim di daerah itu saat hendak berobat. Sering warga sakit harus ditandu menempuh jarak belasan kilometer membelah rimba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com