Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grandprix Thomryes, Doktor Muda dari Timur Indonesia

Kompas.com - 22/09/2017, 22:58 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Mata Oktovianus Kadja (53) dan Yane Kadja (53) berkaca sewaktu menyaksikan anak sulungnya, Grandprix Thomryes Marth Kadja resmi menyandang predikat doktor termuda di Indonesia. Gelar doktor diraihnya pada usia 24 tahun.

Pemuda asa Kupang, Nusa Tenggara Timur itu dinyatakan lulus dengan nilai cumlaude setelah berhasil mempertahankan disertasinya pada Sidang Terbuka Sekolah Pasca Sarjana FMIPA Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Jumat (22/9/2017).

Disertasinya mengangkat topik tentang zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5. Pemuda yang menyukai karakter kartun Sinchan itu menyelesaikan program percepatan studi S2 dan S3 dalam kurun waktu hanya empat tahun.

Rasa gelisah menyelimuti perasaan Okto dan Yane saat menyaksikan putra pertamanya memaparkan hasil disertasinya.

Baca juga: Berusia 24 Tahun, Sarjana ITB Pecahkan Rekor Doktor Termuda Indonesia

Okto, Yane beserta dua adik Grandprix duduk di barisan kedua tepat di belakang penguji. Rasa tegang kembali hinggap sewaktu Grandprix dicecar puluhan pertanyaan oleh para penguji. Namun, kekhawatirannya itu hanya berlangsung sekitar sejam. Rasa lega tercipta setelah penguji memberikan nilai sangat memuaskan.

"Sebagai orangtua kami bangga dia anak yang baik saya bangga," kata Okto yang sempat menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Kupang.

Prestasi yang ditorehkan Grandprix berasal dari pola asuh keluarga yang menerapkan hidup disiplin. Okto mengatakan, sejak kecil Grandprix memang sudah dituntut hidup mandiri dan dibiasakan untuk selalu disiplin.

"Awalnya, ya biasa saja dia saya didik dengan disiplin dari kecil, dari kecil sudah kelihatan dia orangnya nurut sama orang tua," ucap Okto.

"Memang saya kira berawal dari pola hidup disiplin setiap anak harus dididik disiplin. Sejak kecil Grandprix mandiri, masak sendiri, siapin sekolah sendiri, tidak pernah terlambat. Saya tidak pernah kasih dia uang lebih untuk makan di sekolah, makan di rumah saja," tambahnya.

Baca juga: Grandprix Thomryes Tolak Beasiswa Korea dan Pilih Mengabdi di ITB

Oktovianus Kadja beserta istrinya Yane Kadja saat hadir dalam sidang anak sulungnya, Grandprix Thomryes Marth Kadja resmi menyandang predikat doktor termuda di Indonesia di Gedung Annex, Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Tamansari,  Jumat (22/9/2017)KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI Oktovianus Kadja beserta istrinya Yane Kadja saat hadir dalam sidang anak sulungnya, Grandprix Thomryes Marth Kadja resmi menyandang predikat doktor termuda di Indonesia di Gedung Annex, Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Tamansari, Jumat (22/9/2017)
Okto bercerita, saat sekolah pun Grandprix dibiasakan untuk naik kendaraan umum. "Jarak ke sekolahnya sekitar 17 kilometer naik kendaraan umum, saya tidak kasih dia kendaraan (pribadi) walaupun ada. Meski dia anak lelaki sendiri," ujar dia.

Yane menuturkan, kecerdasan yang dimiliki Grandprix sudah tampak sejak mengenyam bangku sekolah dasar. Grandprix sudah masuk SD di usia lima tahun. Dia melanjutkan pendidikan SMP dan kelas akselerasi di SMA.

Di masa itu lah, ketertarikan Grandprix pada dunia Kimia mulai terlihat. Dia pun beberapa kali menyabet medali olimpiade sains. Grandprix yang kala itu masih berusia 16 tahun melanjutkan studinya mengambil jurusan Kimia di Universitas Indonesia (UI). Dia lulus mejadi sarjana di usia 19 tahun dan mendapat predikat cumlaude.

"Waktu di SMA dia akselerasi. Dia diundang oleh Universitas Indonesia (UI) karena waktu itu dia juara olimpiade sains untuk Indonesia Timur. Saat itu, UI meminta untuk mengambil salah satu fakultas jurusan. Papanya mau kedokteran apalagi masuknya bebas biaya, tapi dia enggak mau. Dia maunya kimia, kita ikut saja," tututrnya.

Setelah lulus di UI, Grandprix sempat ditawari melanjutkan kuliah di Korea Selatan. Namun Grandprix menolak. Alih-alih terpikat bersekolah di luar negeri, Grandprix memilih mengambil program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang digulirkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di tahun 2013.

Program ini memungkinkan sarjana unggulan bisa menyelesaikan program S2 dan S3 dalam kurun waktu empat tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com