Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanyekan Hari Antitambang, Walhi Pamerkan Foto Karst dan Batu Bara

Kompas.com - 30/05/2017, 08:01 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta kampanyekan hari antitambang dengan menggelar pameran foto tentang batu bara dan karst mulai 29 Mei 2017 sampai 5 Juni 2017.

Pameran dengan tema 'Tambang Merajalela Negara Turut Serta Menghancurkan Ruang Hidup Rakyat' itu menampilkan 33 foto karya Walhi dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Direktur Walhi Yogyakarta, Halik Sandera mengatakan, peringatan hari antitambang yang jatuh 29 Mei, bertepatan dengan meluapnya lumpur lapindo. Pameran foto digelar di kantor Walhi Yogyakarta dan Uwong Cafe, Jalan Kapas nomor 27, Kledokan, Caturtunggal, Sleman.

"Jadi hari antitambang ini karena lumpur Lapindo belum selesai. Persoalan ekonomi sosialnya juga belum ada kejelasan terkait dengan ganti rugi dan pemulihan ekonomi mereka," ujar Halik di kantor Walhi Yogyakarta, Senin (29/5/2017).

Menurut Halik, peringatan hari antitambang dilakukan Walhi dan komunitas lingkungan hidup yang ada di setiap wilayah Indonesia dengan mengangkat tema dan isu berbeda.

(Baca juga: Tanggul Bekas Galian Tambang Jebol, Satu Kelurahan Terendam Banjir)

 

Walhi Yogyakarta memilih isu batu bara dan karst pada tahun kelima hari antitambang karena DI Yogyakarta merupakan wilayah hilir sebagai pengguna batu bara dan karst.

"Kota Yogyakarta sebagai pengguna energi listrik yang besar sehingga menjadi problem untuk tambang batu bara. Sementara 50 persen listrik di Pulau Jawa itu sumbernya dari PLTU yang bahan bakunya dari batu bara," ucap Halik.

Sama halnya dengan karst yang menjadi bahan baku pembuatan semen. Ia menyebut, semen dibutuhkan di wilayah perkotaan yang pembangunannya marak seperti di DIY.

"Kota Yogyakarta masih diancam mall dan apartemen walau pembangunan hotel ada moratorium. Bantul yang mulai mendengungkan (hotel), belum lagi Gunungkidul sebagai destinasi pariwisata, pasti bakal banyak pembangunan skala besar," kata Halik.

(Baca juga: Jokowi Bicara Upaya Ambil Alih Tambang Asing...)

 

Halik menegaskan, masyarakat harus memiliki kesadaran soal persoalan batu bara dan karst. Menurutnya, jangan sampai masyarakat DIY hanya menggunakan energi dan melakukan pembangunan tanpa melihat situasi dan kondisi yang terjadi di wilayah penghasil batu bara dan semen.

"Di sisi lain di wilayah tambang mengalami problem luar biasa. Bagaimana ruang hidup masyarakat dihilangkan untuk kepentingan korporasi," pungkasnya. 

Kompas TV Meski Dilarang, Warga Tetap Menambang Emas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com