Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyadran, Doa Syukur dan Makan Ala Sorobayan di Atas Tikar

Kompas.com - 11/04/2017, 18:45 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Setiap tahun, warga di Dusun Sorobayan, Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tidak pernah meninggalkan tradisi "Nyadran".

Tradisi doa bersama dan wujud syukur kepada Tuhan yang diselenggarakan setiap bulan Rajab atau sekitar sebulan sebelum bulan Ramadhan.

Seluruh warga, baik tua-muda, pria-wanita, hingga anak-anak berkumpul di halaman dan sekitar Masjid Al-Ikhsan Dusun Sorobayan sejak pagi, Selasa (11/4/2017). Mereka menggelar alas tikar untuk kemudian digunakan sebagai alas duduk bersama.

Tidak ketinggalan mereka membawa bekal makanan aneka rupa dari rumah masing-masing. Mayoritas makanan tradisional seperti nasi gurih, gulai ingkung (ayam kampung), sambal goreng ati-ampela, perkedel kentang, hingga kue rempah. Makanan-makanan ini dibawa menggunakan tenong, wadah yang terbuat dari anyaman bambu.

Suasana penuh sukacita tampak pada acara Nyadran ini. Acara diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh imam masjid setempat, Muh Khamim. Doa ditujukan kepada para leluhur dan orangtua mereka yang telah tiada.

Sehari sebelumnya, warga sudah menggelar ziarah sekaligus kerja bakti membersihkan makam dusun. Acara dilanjutkan dengan "kembul bujono" atau makan bersama.

Warga makan makanan bekal masing-masing dengan beralaskan daun pisang. Tidak ada perbedaan dalam prosesi ini. Mereka membaur, sukacita, saling tukar makanan dan lain sebagainya.

M Sholeh, Kepala Dusun Sorobayan, menjelaskan, Nyadran bisa dikatakan haul yang dilaksanakan setiap tahun untuk pepunden (leluhur) setempat bernama Mbah Kyai Pulasara dan doa bersama untuk para orangtua yang telah membangun dusun ini.

"Warga yang ikut Nyadran tidak hanya warga sini (Dusun Sorobayan) tapi juga warga dusun lain di sekitarnya, seperti Dusun Ngepos, Canguk, Banyuurip dan lainnya. Bahkan warga luar daerah yang memiliki orangtua di sini," kata Sholeh usai acara.

Menurut Sholeh, kegiatan Nyadran sudah turun-temurun digelar warga setiap menjelang bulan suci Ramadhan.

Dahulu, katanya, tradisi ini dilaksanakan di jalan setapak menuju makam, namun karena jalan tersebut banyak pepohonan bambu kemudian dilangsungkan di jalan kampung agar semua warga bisa mengikutinya.

Momentum ini kerap dimanfaatkan sebagai ajang silaturahim atau saling mengakrabkan antar-warga. Sebab, tidak setiap hari warga saling bertemu karena kesibukan masing-masing. Apalagi dengan warga luar dusun yang ada di kaki Gunung Merbabu ini.

“Di sini kami bisa bertemu di satu tempat. Sebetulnya tidak ada kewajiban warga luar kota untuk ikut di sini, tapi karena mereka merasa nenek moyangnya orang Sorobayan, maka berkewajiban juga mendoakan dan membawa makanan sedekah," tuturnya.

Kepala Desa Banyuurip, Fuad Hasan, menuturkan, tradisi Nyadran adalah budaya "guyub rukun" yang harus dilestarikan. Dari tradisi ini, akan muncul rasa kekeluargaan antar warga yang akan mendukung kondusivitas lingkungan.

Menurut dia, tradisi serupa juga digelar di beberapa dusun di Desa Banyuurip dan sekitarnya. Tradisi ini juga menjadi media untuk sosialisasi program pemerintah sehingga mudah diterima masyarakat.

"Kami mudah memberikan sosialisasi, seperti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berguna untuk pembangunan masyarakat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com