Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marsiyani, Penyulut Mimpi Anak TKI di Tapal Batas

Kompas.com - 18/11/2016, 07:07 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN,KOMPAS.com – Senyum Marsiyani (31) mengembang melihat 48 anak didiknya bersemangat mengibarkan bendera kertas yang mereka pegang. Hari ini siswa sekolah di wilayah perbatasan tersebut bisa tersenyum menyambut rombongan dari Sargas Pamtas, Baznas, dan rombongan dari Bank Muamalat yang berkunjung ke sekolah mereka.

Puluhan siswa SD Filial 009 Sekapal tersebut duduk rapi berderet di bangku baru dari kayu yang catnya masih terlihat basah di beberapa bagian.

Beberapa siswa kelas satu telihat memilih berada di ruang kelasnya yang berdinding kayu separuh dengan ruang kelas tanpa pintu.

Mereka asyik melompat lompat di atas pola kotak-kotak yang mereka buat di lantai tanah ruang kelas mereka. Ada 3 bangunan ruang kelas yang yang sama sama berdinding kayu.

Tiga ruang kelas tersebut merupakan cikal bakal sekolah Filial SD 009 Sekapal.

“Ini dulunya bekas kantor proyek jalan trans Kalimantan Utara. Karena anak anka disini sekolahnya dikolong rumah dan kantor ini tidak terpakai, maka kita fungsikan sebagai sekolah,” ujar Marsiyani Kamis (17/11/2016).

Pertama kali mengumpulkan anak-anak eks TKI deportasi dari Malaysia yang bekerja di kebun kebun sawit milik warga di Sekapal, Marsiyani mengaku menerima 38 siswa mulai dari kelas 1 hingga kelas 4.

Tidak mudah mengaja 38 siswa ditingkat jenjang yang berbeda yang ditempatkan di 3 ruang kelas secara bersamaan. Ruang kelas yang tak berdinding malah memberikan kemudahan kepada Marsiyani untuk berpindah kelas memberikan pelajaran kepada 4 kelas secara bersamaan.

“Dulu kelas ini hanya berdinding papan bagian belakang saja, itupun sebatas pinggang dindingnya. Bagian depan malah tak ada dindingnya,” ucap Marsiyani.

Setelah berjuang hampir 10 tahun mengajar sendirian, Marsiyani akhirnya mendapat bantuan tenaga mengajar dari Satuan Tugas Pengamanan Wilayah Perbatasan yang bertugas di Kecamatan Seimenggaris.

Sedikit demi sedikit masyarakat juga tergerak untuk membantu menambah papan untuk dinding sekolah meskipun sampai saat ini dinding ruang kelas hanya smpai sebatas kepala orang dewasa.

Hal itu lebih dari cukup untuk memberi perlindungan kepada siswa dari hujan dan panas, meski saat hujan deras masih saja ada aliran air hujan yang membuat selokan kecil di antara kaki mereka.

”Kalau hujan deras anak anak sudah biasa belajar sementara lantainya dipenuhi air hujan,” kata Marsiyani.

Kehadiran SD Filial 009 Sekapal tidak lepas dari peran Markus, ayah Marsiyani. Markus adalah mantan TKI pekerja di Perkebunan Sawit di Malaysia yang memilih bertani di wilayah perbatasan.

Pada tahun 1999 Markus menetap di Desa Sekapal Kecamatan Seimenggaris untuk bertanam sayur sayuran. Markus mendapat tanah seluas 20 hektar. “Dulu kita tanya warga sekitar saja mana ada tanah kosong untuk berkebun. Saya dapat 20 hektar bertanam sayur, baru sawit,” ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com