Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumitnya Pembuatan Sulaman Karawo Serumit Nasib Perajinnya...

Kompas.com - 14/10/2016, 18:18 WIB
Rosyid A Azhar

Penulis

GORONTALO, KOMPAS.com – Sulaman karawo merupakan kain khas Gorontalo. Pembuatannya yang rumit dan lama membuat harga kain ini mahal.

Untuk membuat sulaman karawo, seorang perajin bisa membutuhkan waktu 2 minggu bahkan hingga 3 bulan, bergantung desain sulaman dan bahan yang disulam.

Para perajin yang semuanya adalah kaum perempuan memulai pekerjaan penyulaman dengan mencabuti benang helai demi helai. Jarak benang yang dicabut dan yang ditinggalkan memiliki hitungan tersendiri, demikian untuk serat horisontal maupun vertikal.

“Untuk memilih serat dan pencabutan benang ini tidak semua perajin bisa. Biasanya dikerjakan orang tertentu, orang ini sekarang sudah sulit ditemukan,” kata Arfa Hamid, seorang perajin sulaman karawo, Jumat (14/10/2016).

Setelah benang yang dicabut sudah sesuai dengan pola gambar yang akan disulami, pekerjaan berikutnya adalah menyulam pada serat benang yang tersisa pada kain. Pekerjaan ini bisa dilakukan oleh perajin yang sudah terampil. Karena tidak semua orang bisa membaca pola disain yang diberikan pemesan untuk diwujudkan dalam lembaran kain.

Pada kain sutera, proses pencabutan serat dan penyulamannya lebih rumit lagi. Serat sutera sangat halus dan tipis.

“Hanya orang tertentu yang biasa diserahi menyulam karawo, karena kalau kainnya rusak kan sayang karena harganya mahal,” ucap Arfa.

Pekerjaan penyulaman karawo ini biasa dilakukan oleh kaum perempuan setelah membereskan pekerjaan rumah tangganya. Seusai masak di atas jam 10 siang, mereka bisa disaksikan di teras atau samping rumah membawa midangan yang gelah direntangi kain.

Ada juga kaum ibu yang menyulam sambil menunggu kios kecilnya di pinggir jalan.

Meskipun brand  karawo sudah melekat dengan nama Gorontalo, dan menjadi produk unggulan, namun hingga kini belum dijumpai sentra industri yang mempekerjakan penyulaman dalam satu gedung.

“Biasanya kalau ada kegiatan seremonial para perajin karawo dikumpulkan, hanya untuk keperluan itu saja. Kalau fakta di lapangan pekerjaan menyulam ya di rumah masing-masing,” sebut dia.

Sementara itu Wayan Sudana, peneliti karawo dari Universitas Negeri Gorontalo menguatkan pendapat Arfa Hamid. Ia menilai pekerjaan sulam karawo memiliki kesulitan yang tinggi. Selain itu diperlukan kesabaran dan keuletan perajinnya.

“Pekerjaan yang paling sulit dalam pembuatan sulam karawo itu saat memilah serat benang dan yang mudah adalah mengiris,” kata Wayan Sudana berkelakar.

Hal lain yang membutuhkan perhatian adalah membuat motif, ini bukan semata perkara teknik namun harus mengatur warna dan ada ukurannya. Hanya orang yang berpengalaman yang diserahi tugas ini.

Proses yang rumit inilah yang membuat karawo kurang diminati kaum muda Gorontalo. Jika diperhatikan para perajinnya adalah kaum wanita usia dewasa, atau setidaknya sudah berumah tangga.

Perajin karawo ini umumnya berada di pinggiran Gorontalo seperti Telaga, Ayula, Batudaa hingga Bongomeme.

Ditelusuri lebih dalam, mereka yang sedang mengerjakan sulam karawo bukanlah pemilik kain itu. Mereka menyulam kain milik toko atau pedagang besar. Kain, benang, midangan dan alat iris diberikan pemilik toko kepada mereka.

Bila perajin mengalami penurunan kesehatan, terutama mata, maka lenyap sudah harapan untuk mendapatkan Rp 75.000 - Rp 150.000 selembarnya. Tidak ada asuransi atau bantuan kesehatan yang mereka terima.

Nasib mereka memang tidak seindah tampilan busana saat dikenakan orang lain. Mereka hanya pekerja, menerima kain, benang, dan peralatannya, begitu seterusnya hingga kesehatan mata mereka meredup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com