Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswi SD Ini Jadi Pemulung demi Nafkahi Diri dan Neneknya

Kompas.com - 17/08/2016, 17:34 WIB
Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Memasuki usia ke-71 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, sebagian masyarakat belum juga merasakan kemerdekaan, khususnya di sektor ekonomi.

Hidup di bawah garis kemiskinan membuat masyarakat harus terus bekerja keras demi mempertahankan hidup.

Hal itu juga dialami Dian Nurlianti, seorang bocah yang masih duduk di bangku kelas IV SDN 18 Baruga, Kendari.

Ia rela menghabiskan waktu berkeliling memungut sampah untuk mencari nafkah dan juga untuk mewujudkan cita-cita besarnya menjadi seorang dokter gigi.

Dokter gigi sudah menjadi cita-cita Niar sejak kecil. Hal itu berdasarkan pengalamannya setelah mengalami sakit gigi.

"Awalnya gigiku sakit dan goyang-goyang langsung saya cabut sendiri," ungkapnya sambil tersenyum.

Niar, nama panggilan bocah berumur 11 tahun, ini harus membuang masa bahagianya bermain demi memungut barang bekas untuk kelangsungan hidup bersama nenek tercintanya, Sunarsih (56).

KOMPAS.COMKIKI ANDI PATI Dian Nurlianti (11) bocah SD kelas IV saat memungut sampah di salah satu toko

Sehabis pulang sekolah, Niar harus mengayuh gerobak hingga puluhan kilometer memungut botol dan gelas mineral tanpa rasa malu. Saking semangatnya bekerja, bocah ini pernah menabrak mobil yang tengah diparkir di pinggir jalan.

"Itu pengalamanku yang tidak terlupakan, ketika saya kayuh sepeda gerobak mataku liat bak sampah ternyata di depan ada mobil parkir dan langsung saya tabrak. Jatuh tapi tidak luka ji," terangnya.

Barang-barang rongsokan kemudian dikumpulnya dan dijual untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagian disimpan untuk biaya sekolahnya.

Hasil dari memulung barang plastik bekas bersama neneknya bisa laku dijual dalam seminggu mencapai Rp 100.000 dan paling tinggi Rp 200.000. Penghasilan keduanya memang tidak cukup, apalagi biaya kebutuhan pokok semakin mahal ditambah lagi kebutuhan sekolah sang bocah.

"Kalau tidak cukup uang ya terpaksa tidak bisa bayar buku pelajaran, saya tidak dapat kartu Indonesia pintar seperti anak lain yang kurang mampu," tutur Niar di gubuk tempatnya tinggal bersama sang nenek, Rabu (17/8/2016).

Orangtua bercerai

Niar dan neneknya tinggal di gubuk ukuran 3x1,5 meter di kompleks pemulung di jalan Sao-Sao, Kelurahan Bende, Kendari.

"Kami menumpang di sini dan hanya bayar air dan listrik, yang punya rumah Mbak Darso pengumpul barang bekas," ungkap Sunarsih, nenek Niar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com