Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teater Bayu Wardhana dalam Lukisan On The Spot

Kompas.com - 14/08/2016, 09:51 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ekspresinya berapi-api. Kadang slengekan, lucu, suka menyindir, menggoda, tapi tak mebuat orang tersinggung. Sebaliknya, dia sering menghidupkan suasana dan meledakkan tawa dengan gaya dan aksi teaterikalnya.

Rupanya, itu ciri khas dan pancaran pemahaman serta cara Bayu Wardhana memotret kehidupan secara teatrikal. Demikian pula dalam melukis, dia seperti sedang berteater di panggung, memotret obyek dan filosofi yang dia endapkan dalam dirinya.

Lebih dari 10 karya Bayu yang berukuran besar itu ia pamerkan di Taman Budaya Yogyakarta, pada 14-24 Agustus 2016. Pameran tunggal yang dibuka Dr Oei Hong Djien dan Telly Liando, Minggu (14/8/2016) itu, bakal menjadi pertunjukan karya-karya lukis hasil olah seni teaterikal bayu.

Wajar jika kurator pameran ini, Suwarno Wisetrotoo mengatakan, "Beraktivitas seni rupa bagi dan dalam diri Bayu dijalani seperti berteater. Di studio maupun di ruang terbuka adalah panggung teater. Ini salah satu peristiwa seni Bayu Wardhana yang saya amati dengan seksama sekitar enam tahun lalu."

Bahkan, Bayu tak segan hanya memakai celana dalam saat melukis, meski disaksikan orang banyak. Ini bukan sekadar sensasi, namun Bayu ingin totalitas dan kebebasan dalam berkesenian muncul dalam dirinya, juga menjadi sebuah aksi teaterikal yang membangkitkan penonton terbawa perasaan. Juga sebuah pencapaian ekstase demi puncak kenikmatan berkesenian dan puncak kreativitas seninya.

Bagi Bayu, hidup memang seperti drama penuh makna, berkesinambungan, berakar, dan penuh nilai-nilai kemanusiaan, spiritual, dan transendental yang semua terkait. Dia tak mau lepas dari akar sejarah, budaya, sosial dan politiknya. Justru itu yang menghidupi lukisannya.

Bayu memang lebih banyak melukis obyek bangunan dan peristiwa, tapi dia berusaha menghidupi lukisannya dengan nilai-nilai yang telah diendapkan. Dia tak sekadar memindahkan obyek ke dalam kanvas, tapi juga mengisinya dengan segala nilai dan persepsi yang telah mengendap.

Dengan gaya ekspresionis dan lebih banyak memakai pisau palet, Bayu sangat jeli memilih sudut, menangkap makna dan cerita, juga mengeksplorasi nilai obyek, berikut dengan keterkaitannya dengan sejarah, budaya, sosial, maupun ekonomi dan politik.

Bahkan, dalam percakapan dengan penulis, dia sering ziarah ke makam orang yang berhubungan dengan obyek lukisan, atau melakukan meditasi untuk pengendapan nilai-nilai, rasa, dan pengalaman.

"Berhadapan dengan obyek-obyek dan langsung melukisnya merupakan pengalaman sensasional, luar biasa. Mental saya mental panggung. Semakin dilihat banyak orang, semakin senang," kata Bayu.

Hery Gaos Salah satu karya Bayu Wardhana berjudul Tanah Lot.
Bayu tak terlalu mengandalkan kesadarannya dalam melukis. Dia lebih banyak mengandalkan alam bawah sadar untuk menggerakkan persepsi dan pemahaman, serta eksplorasi estetika untuk berteater dan menangkap obyek.

Maka, lukisan Bayu sering menampilkan keindahan baru, juga makna yang selama ini tak terpikirkan oleh orang lain. Bahkan, ada kesakralan dan daya hidup dari obyek yang dia lukis.

"Lukisan-lukisan Bayu adalah kombinasi antara keterampilan teknis, kecermatan memilih sudut pandang (angle), dan menangkap suasana serta kedalaman semesta atau obyek-obyek lukisannya," kata Suwarno Wisetrotomo.

Sangu Kabudayan

Wacana dan kehidupan seni begitu kuat dalam diri Bayu. Beristrikan pelukis, Juni Wulandari, membuat dialektika dan dialog seni menjadi bagian dari hidupnya. Menjadi produktif dan berkembang, karena keduanya pelaku seni dan sama-sama berlatar pendidikan seni di ISI Yogyakarta. Apalagi, sebagian dari 8 anaknya juga sekolah di bidang seni dan terjun dalam aktivitas kesenian.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com