Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggul Jebol, Ribuan Hektar Padi Mati Tergenang Bah dan Tertimbun Lumpur

Kompas.com - 23/06/2016, 09:03 WIB
Junaedi

Penulis

PINRANG, KOMPAS.com - Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Pinrang dan Sidrap, Sulawesi Selatan, sejak tiga hari terakhir, menyebabkan tanggul Sungai Batangge sepanjang 70 meter di lingkungan Toe, Kelurahan Pammase, Kecamatan Tiroang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, jebol dan terseret banjir, Selasa (21/6/2016).

Akibatnya, ribuan hektar padi tersapu banjir bah dan tertutup pasir bercampur lumpur. Dari 1.516 hektar areal persawahan di wilayah Kelurahan Pammase, sebanyak 1.009 hektar padi yang baru berumur rata-rata 25 hari sempat tersapu dan tergenang banjir.

Lebih dari 400 hektar tertutup endapan lumpur pasca banjir bah dan terancam gagal panen.

Tahun lalu, tanggul yang mensuplai pasokan air ke sejumlah dusun di wilayah tersebut juga sempat jebol hinga menyebabkan ratusna hektar padi gagal panen. Namun, bencana tahun ini dinilai jauh lebih parah lantaran bendungan hancur dan sampai terseret air bah.

Jebolnya tanggul dinilai selain karena debit air yang melebihi daya tampung sungai, juga disebabkan pendangkalan sungai.

Kepala Lingkungan Toe Pinrang, Alimuddin, mengatakan, pendangkalan muara sungai sepanjang puluhan kilometer menyebakan daya tampung sungai makin kecil. Akibatnya, saat hujan deras turun, sungai kerap meluap.

“Hampir tiap tahun banjir, selain karena debit air melebihi ambang batas juga karena sungai dangkal dan tak pernah dikeruk,” ujar Alimuddin.

Sementara itu, M Husain, Lurah Pammase, Kecamatan Tiroang, Pinrang, menjelaskan, ribuan hektar padi yang terdampak banjir bah, lebih dari 400 hektar tanaman tersapu banjir bah dan tertimbun material pasir bercampur lumpur yang terbawah banjir.

Menurut dia, banjir tahunan melanda petani di wilayahnya, selain terjadi karena pendangkalan sungai dan tak pernah dikeruk hingag kini, banjir juga diperparah dengan banjir kiriman dari luar kabupaten seperti Sidrap dan Rappang.

“Karena tersapu banjir dan tertutup pasir bercampur lumpur pasca banjir, padi petani sudah pasti puso (tidak mengeluarkan hasil). Dari lebih 1.000 hektar yang terdampak ratusan hektar di antaranya tak bisa diharap lagi,” ujar Husain.

Akibat bencana ini, lanjut dia, petani merugi rata-rata Rp 5 juta-Rp 6 juta per hektar. Kerugian tersebut merupakan akumulasi dari biaya bajak sawah, pengadaan pukuk, bibit, biaya tanam dan perawatan, serta biaya lain lain.

Menurut Husain, sejumlah petani yang tak ingin putus asa berusaha melakukan tambal sulam tanaman padi mereka pasca-banjir. Mereka berharap, padi yang ada saat ini kelak masih bisa tumbuh dan menghasilkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com