Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdakwa Kasus Kebakaran Lahan di Riau Dikhawatirkan Bebas

Kompas.com - 04/05/2016, 18:08 WIB

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau dan organisasi Riau Corruption Trial, mengkhawatirkan kasus kebakaran lahan di PT Langgam Inti Hibrindo di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau pada periode Juli 2015, akan berakhir dengan putusan rendah atau bahkan terdakwa dibebaskan hakim.

Kekhawatiran itu didasarkan analisis dan pengamatan terhadap jalannya persidangan selama tiga bulan terakhir di Pengadilan Negeri Pelalawan.

“Kami sangat khawatir kasus PT LIH ini akan berakhir bebas seperti kasus PT Bumi Mekar Hijau yang dibebaskan hakim Parlas Nababan di Pengadilan Negeri Palembang. Tanda-tanda kearah itu sudah terlihat di persidangan,” kata Made Ali, Ketua Riau Corruption Trial, organisasi pemerhati pengadilan korupsi dan lingkungan hidup dalam pertemuan dengan wartawan di Pekanbaru, Rabu (4/5/2016).

Menurut Made, hakim terkesan berpihak dengan kesaksian ahli Dr Basuki Sumawinata, dosen Institut Pertanian Bogor yang dihadirkan oleh pihak perusahaan. Saat mendengarkan penjelasan ahli gambut itu, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Budhy Dharma mengucapkan terima kasih secara berlebihan.

"Dalam sidang itu hakim mengatakan terima kasih, kami “tercerahkan” atas penjelasan saksi ahli. Kami ada rekaman dan videonya. Ucapan seperti itu dilarang diucapkan hakim saat sidang, karena menimbulkan pesan berpihak. Mengapa hakim tidak mengucapkan kata sama sewaktu kesaksian Prof Bambang Hero Saharjo yang dihadirkan oleh jaksa,” kata Made.

Sidang kasus lingkungan, kata Made, adalah peradilan khusus. Untuk sesuatu yang khusus, semestinya hakim merujuk keputusan Mahkamah Agung bahwa pembuktian kasus lingkungan harus dilakukan dengan pendekatan ilmiah.

Pendekatan ilmiah di persidangan PT LIH sudah disampaikan oleh saksi ahli Prof Bambang Hero dan Dr Basuki Wasis dengan menunjukkan hasil penelitian sampel tanah lahan bekas kebakaran di laboratorium. Adapun saksi yang dihadirkan oleh perusahaan, tidak melakukan penelitian laboratorium.

“Kalau hakim lebih mendengar kesaksian ahli perusahaan yang tidak dilandasi hasil uji laboratorium, jelas kurang pas untuk kesaksian bersifat ilmiah,” kata Made.

Saat sidang lapangan meninjau lokasi kebakaran di Langgam, kata Made, jaksa tidak membawa saksi ahli, sehingga sidang berjalan sekadar formalitas untuk memenuhi persyaratan semata.

Jaksa dan hakim juga dianggap melanggar kode etik karena menggunakan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan dan makan minum di perusahaan itu, setelah sidang usai.

“Dalam sidang lapangan, semestinya jaksa dan hakim menggunakan fasilitas negara karena sudah ada anggarannya. Sidang lapangan itu nampak sekali sudah disetting pihak perusahaan,” kata Made.

Ahlul Fadli, koordinator pemerhati persidangan dari Jikalahari juga menyayangkan mengapa persidangan PT LIH hanya mendakwa Manajer Operasional Frans Katihokang.

Semestinya, direktur dan pemilik perusahaan harus dimintai pertanggungjawabannya juga. Apalagi Frans baru menjabat sebulan sebelum kebakaran terjadi. Saat ini, persidangan Frans tinggal menunggu tuntutan jaksa.

Dalam rangkuman keterangan saksi di sidang, kata Fadli, terbukti kebakaran terjadi di lahan PT LIH. Pada saat awal kebakaran, karyawan yang memadamkan api hanya memakai ember dan mesin pompa kecil yang dipastikan tidak mampu menghadapi keganasan api.

“Memadamkan api kebakaran lahan luas dengan mesin robin seperti meludah pada saat kita membakar sampah di rumah,” kata Fadli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com