Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ideologi Transnasional Incar Mahasiswa, PBNU Ajak Kampus Hidupkan Majelis Zikir

Kompas.com - 12/03/2016, 15:39 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Khatib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Prof DR Mudjib Qulyubi mengingatkan, saat ini marak propaganda ideologi transnasional, baik yang bersumber dari paham individualisme, liberalisme maupun fundamentalisme agama.

Ideologi ini berkembang di kampus-kampus perguruan tingi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia.

Paham atau ideologi transnasional tersebut sengaja disemai di kampus-kampus perguruan tinggi.

Sebab, kampus merupakan pencetak calon-calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Kampus juga menjadi tempat ketika kebebasan berpikir diberikan ruang yang seluas-luasnya.

Jika ideologi transnasional ini dibiarkan berkembang, kata Mudjib, maka keutuhan NKRI akan terancam.

"Sekarang ada kegamangan, keresahan di dunia pendidikan karena munculnya bibit-bibit radikalisme, anti-NKRI dan tidak suka kepada bangsa ini, yang dinamakan dengan paham transnasional. Hal ini sudah menjangkiti PTN maupun PTS," ungkap Mudjib, dalam pidatonya di acara Haul Guru Bangsa yang digelar di Halaman Masjid Ulul Albab, Universitas Negeri Semarang (Unnes), Jumat (11/3/2016) malam.

Penyebaran paham transnasional ini, lanjut Mudjib, sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Mereka mengampanyekan ideologi mereka ke ruang publik dan privat dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

"Dulu kalau belajar agama harus ke pesantren, kini bisa lewat 'Mbah Gugel' (Google). Memang kalau secara konten bisa membuat pinter, bisa jadi doktor. Tapi belum tentu ilmunya mengarahan ke Allah SWT," ujarnya.

Menyikapi fenomena tersebut, Mudjib mengajak kampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia agar menghidupkan majelis-majelis zikir sebagaimana telah dipraktikkan oleh para Salafunas-salih (ulama terdahulu)," jelas Mudjib.

Sebab, kata dia, dengan lebih banyak menonjolkan nilai-nilai kearifan lokal bangsa Indonesia, seperti majelis-majelis zikir ini, maka para mahasiswa akan berperilaku sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

"Otak jika tidak diimbangi dengan iman, maka akan jadi sekuler. Akan jadi sombong, tidak ubahnya seperti iblis. Maka praktik seperti ini, zikir bersama ini harus ditumbuhkan ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta," lanjutnya.

Jambore nasional II

Kegiatan Haul Guru Bangsa yang digelar di halaman Masjid Ulul Albab, Unnes Semarang, diikuti ribuan orang yang terdiri dari para mahasiswa, dosen dan masyarakat sekitar kampus.

Menurut ketua panitia, Rizki Maulana, Haul Guru Bangsa didedikasikan untuk para tokoh pendidikan Indonesia, khususnya Ki Hadjar Dewantara.

Haul Guru Bangsa sekaligus menjadi pembuka rangkaian kegiatan Jambore Nasional II Al Khidmah Kampus Indonesia yang diikuti oleh 150 aktivis majelis zikir kampus dari 35 perguruan tinggi se-Indonesia yang akan digelar Sabtu-Minggu, 12-13 Maret 2016 di auditorium Unnes.

"Jamnas II ini merupakan silaturahmi nasional para mahasiswa aktivis majelis zikir kampus dimana tahun ini kita mengusung tema 'Mahasiswa sebagai Perekat Akhlaq Bangsa'," ungkap Rizki.

Sementara itu, staf ahli Unnes, Moh Yasir Alimi SAg MA PhD mewakili Rektor Unnes dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan Haul Guru Bangsa dan Jamnas II Al Khidmah Kampus Indonesia ini.

Sebab dengan menghidupkan majelis zikir di dalam maupun di luar kampus, mahasiswa turut ambil bagian dalam melayani umat (masyarakat).

"Rasulullah itu disukai umat itu bukan karena pintar ngomong, tapi karena pelayannnya. Maka dari itu, sudah seharusnya mahasiswa menjadi pelayan masyarakat. Yang bisa ngaji, ajari mahasiswa atau masyarakat yang belum bisa ngaji misalnya," kata Alimi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com