Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampah Jadi Sumber Biaya Berobat, Kursus Bahasa Inggris dan Uang Belanja

Kompas.com - 21/02/2016, 11:45 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Ratusan istri nelayan dan buruh di Sicanang, Sumatra Utara, bangun pagi-pagi pada Minggu (21/2/2016). Hati ini merupakan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).

Bersamaan dengan matahari yang meninggi, mereka longmarch sambil memungut sampah anorganik di enam rute yang berbeda di Kelurahan Belawan, Sicanang. Sampah yang terkumpul dipilah dan ditimbang, lalu dijual ke Bank Sampah Induk Sicanang.

Setelah itu, mereka mengikuti workshop bank sampah, pelatihan daur ulang sampah dan membuat kompos.

"Ini aksi murni masyarakat, makanya uang hasil penjualan sampah didonasikan untuk kegiatan. Peringatan HPSN dengan aksi serentak seluruh Indonesia mengkampanyekan Indonesia Bebas Sampah 2020. Tadi ratusan ibu-ibu terlibat. Mereka antusias betul," kata Arma Chaniago, Direktur Perkumpulan Artajaya sekaligus Direktur Bank Sampah Induk Sicanang selaku koordinator acara.

Kenapa Sicanang dipilih? Arma beralasan, kawasan itu merupakan daerah yang terkena dampak limpahan sampah sungai yang di bawa dari Kota Medan. Masyarakat merasakan, setiap hujan dan air pasang, sampah sungai masuk ke rumah-rumah.

Selain itu, di Belawan sudah punya rumah kompos dan bank sampah induk sebagai usaha pengelolaan sampah masyarakat. Jadi, peserta dan pelaksana kegiatan kali ini adalah para relawan dari pengurus dan nasabah bank sampah se-kecamatan Medan Belawan.

"Bank sampah milik Pemkot Medan, bekerjasama dengan Kota Kitakyushu, Jepang. Pengelolanya adalah pengurus Artajaya. Kami melakukan pendampimgan kelompok bank sampah. Di Sicanang kami punya 28 kelompok. Kalau di rumah kompos ada 40 kelompok dengan 1.028 nasabah, yang kami dampingi di Kota Medan ada 2.200 nasabah," kata Arma.

"Hasilnya membantulah buat nambah uang belanja, mengurangi tingginya kebutuhan rumah tangga karena rata-rata mereka hanya istri buruh atau nelayan buruh," kata Arma.

Masyarakat dampingan biasa memilah sampah di rumah. Sampah kemudian disetor kepada kelompok yang ada di tiap lingkungan. Bank sampah membeli sampah anorganik bernilai ekonomi hasil setoran rumah tangga.

Perkumpulan Artajaya tidak lagi mengkampanyekan buang sampah pada tempatnya tetapi bagaimana mengurangi sampah, memilah dan mengolah sampah.

Setahun berdiri, Rumah Kompos dan Bank Sampah Induk Sicanang yang berada di Jalan Kelapa Blok 21, Kelurahan Belawan Sicanang, Medan - Belawan, Kota Medan, menerima satu kilogram  plastik asoi atau plastik kresek yang sudah bersih di harga Rp 1.500, gelas air mineral tanpa label atas Rp 8.000, botol plastik Rp 3.500, dan plastik bening seperti plastik gula Rp 4.000.

Tahun 2015, Bank Sampah Induk berhasil menerima 27.884, 3 kilogram sampah anorganik. Sebanyak 8.061 kilogram adalah sampah plastik.

"Untuk sampah organik di 2015, kami sudah mengelola 60.769 kilogram jadi kompos," kata Arma.

Pihaknya akan fokus pada sampah plastik sebab yang paling banyak digunakan masyarakat adalah tas kresek atau asoi dengan alasan murah dan efisien padahal sampah plastik memerlukan waktu urai yang sangat lama.

Ia mengatakan, "Di Medan kegiatan semacam ini kurang mendapat respon dari pemerintah. Yang bergerak hanya komunitas dan relawan yang sadar saja. Hanya di Belawan kami didukung penuh pihak kelurahan dan kecamatan," ujar Arma.

Arma mengatakan, Artajaya bersama Heartindo dan Unilever jua telah melakukan kampanye pengobatan yang dapat dibayar dengan sampah. Pengobatan dapat rutin dilakukan setiap bulan. Setoran sampah senilai Rp 5.000 sebagai biaya berobat.

Ketiga pihak itu juga membuka kursus bahasa Inggris untuk anak-anak usia balita sampai 15 tahun asal ibu mereka menabung di bank sampah.

"Tiap bulan mereka bayar dengan sampah sebesar Rp 5.000. Semuanya dari sampah. Jika dikelola, semuanya berguna dan bermanfaat. Tinggal kita mau atau tidak melakukannya. Sampah tak selamanya kotor dan menjijikkan, kecuali sampah masyarakat," kata Arma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com