Sebelumnya, Prof Made Bandem, tokoh budaya Bali, di Denpasar, Rabu, menjelaskan, tari-tarian Bali dipentaskan menjadi tiga fungsi, yakni untuk sarana upacara, iringan upacara keagamaan Hindu, dan sebagai tontonan maupun hiburan khalayak umum.
"Tari tradisi Bali adalah tarian yang melanjutkan tradisi yang sudah lama berkembang di Bali sejak zaman prasejarah hingga sekarang," katanya.
Menurut dia, tari-tari tradisional Bali tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu, menarikan tari tradisi Bali membangun rasa saling menghormati dan kerja sama antara penarinya serta komunitas kelompok dan perorangan terkait tarian tradisi Bali.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Berata mengatakan, ada sembilan jenis tari yang diajukan ke UNESCO, yakni tari rejang, rari sanghyang dedari, tari baris upacara, tari topeng, drama tari gambuh, drama tari wayang wong, tari legong keraton, tari joged bumbung, dan tari barong "ket kuntisraya".
Sesuai informasi di situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam rangkaian sidang UNESCO di Namibia, sembilan tari tersebut dipresentasikan dan dirangkai menjadi mozaik tari berjudul Nawa Sari yang mencerminkan inti sari sembilan tarian tersebut.
Mozaik tari Nawa Sari yang berdurasi selama empat dan enam menit itu memberikan gambaran kepada UNESCO mengenai inti sari sembilan tari Bali yang diusulkan menjadi Warisan Budaya Dunia Tak Benda.