JAKARTA, KOMPAS.com - Dibredelnya Lentera edisi "Salatiga Kota Merah" memicu reaksi banyak kalangan, termasuk anjuran agar tim redaksi majalah ini mengajukan gugatan hukum.
Namun, meski mendapat dukungan luas, pemimpin redaksi Lentera Bima Satria Putra menegaskan pihaknya tidak akan mengajukan gugatan.
"Kami tidak akan menggugat. Karena hal ini sudah dibicarakan pimpinan kampus dan Pemkot Salatiga, sehingga teman-teman khawatir kena sanksi akademis," kata Bima, Minggu (25/10/2015).
Meski sikap Bima ini sedikit mengecewakan kelompok yang mendukung Lentera, namun hal ini bisa dipahami komisioner Komnas HAM Muhammad Nur Khoirin.
"Seharusnya memang pihak rektorat UKSW yang mengajukan gugatan," ujar Nur Khoirin.
Nur Khoirin menduga, rektor UKSW mendapat tekanan dan dipenuhi kekhawatiran sehingga tak bisa memosisikan diri sebagai seorang rektor yang melindungi kehidupan akademis.
"Sebaiknya Menristek Dikti juga turun tangan karena universitas sebagai sumber pengetahuan di masa depan sedang terancam," tambah Nur Khoirin.
Sementara itu, Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) menyesalkan sikap dekanat dan rektorat yang ikut membredel Lentera.
"Karena itu FAA PPMI menuntut agar rektorat UKSW, dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi UKSW, Wali Kota Salatiga, Polres Salatiga dan semua pihak yang terlibat dalam pelarangan majalah Lentera untuk meminta maaf dan menghentikan penarikan serta pelarangan majalah Lentera," kata Ketua Presidium FAA PPMI Agung Sedayu.
FAA PPMI juga mendesak dihentikannya intimidasi dan stigmatisasi terhadap para pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera.
Meminta semua pihak untuk menghormati kebebasan berekspresi dan menyampaikan informasi lewat produk jurnalisti pers mahasiswa.
Dan, meminta pemerintah menjamin tidak ada lagi pengekangan dan pembredelan produk jurnalistik pers mahasiswa di seluruh Indonesia.