Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak 2010, 12 Bocah Tewas Terjatuh ke Bekas Lubang Tambang di Samarinda

Kompas.com - 02/10/2015, 20:38 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani J

Penulis


SAMARINDA, KOMPAS.com — Sebanyak 12 anak tewas karena terjatuh ke kolam-kolam bekas tambang batubara di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, sejak 2010. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai tragedi ini terjadi akibat tidak diindahkannya kebijakan pemerintah yang mengharuskan reklamasi areal pertambangan.

Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, pemerintah bisa mengambil peran menutup lubang-lubang tambang dengan memanfaatkan dana reklamasi yang sudah terkumpul selama ini. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya, reklamasi tidak juga terjadi, bahkan muncul kesan ditunda-tunda.

Maneger mencium ketidakberesan dalam masalah ini sehingga dia menyarankan perlu dilakukan audit khusus terhadap dana reklamasi yang disetor perusahaan dan penggunaannya.  

"Karena itu, harus ada audit yang dilakukan BPK, KPK, atau inspektorat jenderal. Audit ini harus dikembangkan sampai tingkat terbawah, ada tidak dugaan penyelewengan, sengaja, atau tidak digunakan, atau ada kelalaian selama ini. Jadi, tidak sederhana saja," kata Maneger.

Selama ini, kata Maneger, Pemkot Samarinda beralasan dana yang sudah disetor tidak bisa digunakan lantaran tidak ada mekanismenya. Komnas HAM membantah alasan ini karena pemerintah telah menelurkan Peraturan Nomor 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca-tambang.

"Ini jaminan bahwa tidak ada alasan tidak menutup lubang tambang. Tidak ada alasan untuk ditunda," katanya. Maneger pun mendesak agar lubang-lubang tambang itu bisa segera direklamasi. Komnas telah mengirimkan surat resmi ke wali kota untuk hal ini," ujar Maneger.

Muka bumi Kota Samarinda, Kalimantan Timur, penuh dengan "bopeng" akibat eksploitasi tambang batubara. Komnas HAM mengungkap data yang diperoleh dari pantauan udara yang dilakukan Polda Kaltim. Setidaknya, terdapat 70 lubang besar yang masih menganga, diduga tidak direklamasi dan memiliki potensi mengancam keselamatan warga.

Komnas HAM mengungkap keheranannya pada peran perusahaan penambang dan pemerintah setempat lantaran belum mereklamasi lubang tambang yang banyak, di antaranya tidak lagi beroperasi. Lubang dibiarkan menganga ini menjadi ancaman bagi warga dan berpotensi terulangnya tragedi seperti anak tewas terjatuh ke dalam lubang tambang.

Sementara itu, Komnas HAM juga mendesak kepolisian mengusut tuntas kematian anak-anak itu. Hingga kini, kasus kematian anak di lubang-lubang tambang menyisakan rasa tidak adil bagi warga. Hingga kini, baru dua perkara P19 dan hanya tiga yang sudah mendapat putusan akhir.

"Ada yang putusannya hanya sembilan bulan. Selebihnya hanya kesepakatan-kesepakatan. Padahal, harus ada keadilan bagi keluarga korban. Jangan sampai negara seperti tunduk pada korporasi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com