Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikeroyok karena Tolak Tambang Pasir, Satu Warga Tewas, Satu Luka

Kompas.com - 28/09/2015, 12:44 WIB
LUMAJANG, KOMPAS — Satu orang tewas dan satu lainnya luka-luka setelah dikeroyok terkait sengketa pro dan kontra penambangan pasir di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (26/9/2015) siang.

Seperti diberitakan Harian Kompas edisi 27 September 2015, korban tewas adalah seorang pemilik lahan sawah di desa itu bernama Salim. Korban luka bernama Tosan (48), koordinator Forum Petani Anti Tambang, asal Desa Selo Awar-Awar, Pasirian. Tosan tengh dirawat di Rumah Sakit Umum Dr Haryoto, Lumajang.

Berdasarkan keterangan Ati Hariyati, istri Tosan, sebanyak 200 anggota Forum Petani Anti Tambang Desa Selo Awar-Awar, Sabtu (26/9/2015) pukul 09.00, mengajukan izin unjuk rasa menolak tambang pasir di desa itu. Lalu, sekelompok warga pro penambangan pasir datang ke rumah Tosan dan langsung mengeroyoknya.

"Saat itu, saya sedang memasak di dapur. Saya mendengar di luar ramai teriakan dan saya keluar. Sampai di luar, saya melihat suami saya dikeroyok oleh banyak orang. Saya berteriak minta tolong, tetangga datang, dan pengeroyok itu pergi," kata Ati.

Ati mengaku mengenal para pengeroyok suaminya tersebut. Mereka adalah sekelompok tetangga di Desa Selo Awar-Awar.

Kapolres Lumajang Ajun Komisaris Besar Fadly Munzir Ismail mengatakan, pengeroyokan dan pembunuhan itu dilatarbelakangi pro kontra penambangan pasir pantai di Desa Selo Awar-Awar.

"Ada dua kubu masyarakat. Dua kubu sebenarnya sudah dimediasi dan awalnya sudah tak ada masalah. Hanya saja, pagi tadi akhirnya bentrok terjadi. Situasi Desa Selo Awar-Awar sudah kondusif," kata Fadly.

Fadly menjelaskan, sekelompok warga pro penambangan pasir mengeroyok Tosan setelah melihat pria itu membagikan selebaran berisi surat keputusan Kepala Desa Selo Awar-Awar untuk menghentikan penambangan pasir pada Sabtu pagi. Pengeroyok diketahui lebih dari 15 orang.

"Pada saat itu, kelompok pro penambangan marah. Mereka pun mendatangi Tosan dan mengeroyok Tosan di sekitar rumahnya," ujar Fadly.

Di tempat berbeda, Fadly menjelaskan, polisi juga menerima laporan adanya korban pengeroyokan lain. Korban bernama Salim alias Kancil yang juga menolak penambangan.

"Menurut keterangan yang kami terima, Salim ditangkap sekelompok orang dan dibawa dengan tangan terikat. Tidak lama, Salim ditemukan tewas dengan tangan terikat di lahan pemakaman," ujarnya.

Saat ini, lanjut Fadly, polisi sedang mengejar belasan orang yang diduga menjadi pelaku pengeroyokan dan pembunuhan tersebut.

"Nama-nama sudah kami kantongi, sudah ada keterangan sejumlah saksi, tetapi kami belum sampai pada tahap menetapkan tersangka. Ini karena penyelidikan masih terus dilakukan. Pendalaman kasus, termasuk mencari kemungkinan ada dalang di balik kasus ini juga sedang ditelusuri," kata Fadly.

Para pelaku diancam Pasal 170 KUHP juncto Pasal 338 KUHP tentang Pengeroyokan dan Pembunuhan. Fadly menjelaskan, pro kontra penambangan pasir pantai sudah berlangsung hampir dua tahun. Sempat ada kesepakatan dan kepala desa sudah mengeluarkan instruksi penghentian penambangan pasir.

"Namun, sebagian warga menolak kesepakatan itu dan tetap ingin menambang pasir karena itu mata pencaharian mereka," ujarnya.

Sebagian warga menolak karena merasa lahannya akan rusak akibat penambangan pasir tersebut.

Muhammad Haryadi, pendamping Forum Petani Anti Tambang dari PMII Lumajang, mengungkapkan, awalnya penambangan pasir dimulai dengan sosialisasi kepala desa pada akhir 2014 mengenai akan dibangunnya pusat pemandian dan area wisata di desa itu. Hampir dua tahun sejak sosialisasi, tidak ada realisasi pembangunan tempat wisata. Yang ada justru penambangan pasir pantai.

"Warga mulai menolak penambangan pasir karena merasakan dampak negatifnya. Sebagian lahan pertanian rusak karena dijadikan jalan truk, jalan desa menjadi macet karena banyak truk pengangkut pasir keluar masuk desa, dan bangunan rumah mulai banyak berkarat diduga karena terkena pasir pantai yang mengandung garam. Ini belum ditambah kerusakan lahan pertanian warga," ujar Haryadi.

Ony Mahardika, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, mengecam pengeroyokan dan pembunuhan itu.

"Kami minta kasus ini diusut tuntas dan menangkap dalang pembunuhan," ujarnya. (DIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com