Wakil Direktur Badan Pekerja ACC Sulawesi Kadir Wokanubun, dalam konferensi pers, mengatakan, pada semester akhir 2014, ACC Sulawesi merilis penanganan kasus korupsi di Kejati Sulselbar maupun Kejari di Sulselbar sebanyak 95 kasus. Rinciannya, Kejati Sulselbar menangani 44 kasus dan Kejari se-Sulsel 36 kasus. Sementara itu, Polda Sulselbar menangani 15 kasus.
"Kondisi ini ternyata tidak berubah hingga bulan Agustus 2015. Bukannya kasus-kasus mandek tersebut dituntaskan, tetapi kasus mandek tersebut malah bertambah banyak. Kasus mandek yang diluncurkan pada tahun 2014 lalu sebagian besar masih ter-input untuk catatan semester awal ini," ujarnya.
Kadir mengungkapkan, ACC Sulawesi mencatat, dalam kurun waktu semester awal Januari – Agustus 2015, terdapat 138 kasus yang mandek atau tidak ditindaklanjuti oleh Kepolisian Daerah Sulsel, Kejaksaan Tinggi, serta Kejaksaan Negeri di Sulawesi Selatan. Ironisnya, sebagian besar kasus mandek ini adalah catatan dari beberapa tahun lalu yang tidak pernah ditindaklanjuti.
"Hingga Agustus 2015, kasus korupsi di Kejati Sulselbar yang mandek di tingkat penyelidikan maupun penyidikan sebanyak 59 kasus, sedangkan untuk kasus mandek yang ditangani Kejari se-Sulselbar sebanyak 70 kasus. Kasus mandek yang ditangani Polda Sulselbar sebanyak 15 kasus. Jadi, total kasus korupsi mandek di Sulselbar sebanyak 144 kasus," kata Kadir.
Menurut dia, mandeknya kasus korupsi karena banyaknya jaksa dan polisi nakal yang menerima suap dan melakukan pemerasan. Tentunya, hal itu merupakan cerminan buruk dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jadi, ada banyak modus dalam mandeknya kasus korupsi. Kasus korupsi dijadikan sebagai ATM oleh aparat penegak hukum dan hal ini sudah menjadi rahasia umum. Ada juga modus menerima laporan kasus, tetapi tidak ditindaklanjuti secara serius. Kasus sengaja didiamkan bertahun-tahun, stagnan di tingkatan penyelidikan, setelah itu dihentikan tanpa menaikkan status ke penyidikan," kata Kadir.
Modus lainnya, lanjut dia, ialah menaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan. Namun, tidak ada tersangka yang ditetapkan.
"Modus berkas perkara yang bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan tanpa ada kejelasan dan tindak lanjutnya menjadikan kasus korupsi sebagai alat transaksional, modus dengan alasan menunggu saksi ahli," kata Kadir.
Kadir menuturkan, ada beberapa kasus korupsi berskala besar yang diduga sengaja didiamkan, di antaranya kasus korupsi logistik KPU Sulsel, Bansos Sidrap, gas di Wajo, Mobil Toko (Moko), kasus alat kesehatan Pinrang, Bandara Bulu Kunyi Toraja, dan kasus korupsi pembangunan RS Labuang Baji.
Polda Sulselbar saat dikonfirmasi soal banyaknya kasus korupsi yang mandek tidak menampiknya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulselbar Komisaris Besar Polisi F Barung Mangera mengatakan, pihaknya akan menuntaskan semua kasus korupsi yang mandek tersebut.
"Ya, kasus-kasus korupsi yang mandek di Polda Sulselbar akan kita tuntaskan. Kemungkinan ada kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik sehingga kasusnya mandek," kata Barung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.