Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebun Binatang Bengkulu Disebut Terburuk di Dunia, Ini Komentar Kepala Dinas

Kompas.com - 31/07/2015, 15:33 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis


BENGKULU, KOMPAS.com — Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan, Kota Bengkulu, Matriani Amran mengaku bersyukur bahwa ada lembaga yang peduli terhadap kondisi satwa di Taman Satwa Taman Remaja, Kota Bengkulu.

"Saya merasa senang karena taman satwa mulai diperhatikan banyak pihak, bahkan dunia," kata Matriani saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (31/7/2015).

Namun, menurut dia, ada beberapa persoalan yang harus disampaikannya kepada publik agar diketahui dengan harapan mampu membantu pengembangan pengelolaan taman satwa tersebut.

Pertama, kata dia, status kawasan itu bukanlah kebun binatang, melainkan taman satwa dengan jumlah koleksi satwa 116 ekor terdiri dari primata, burung langka, tupai, rusa timor, buaya, dan lainnya.

Kedua, dalam hal pengelolaan, taman satwa itu diserahkan ke Pemerintah Kota Bengkulu dengan dinas teknis yaitu Dinas Pertanian dan Peternakan sejak tahun 2008. Namun, dalam hal aset, taman satwa dengan luas 2,5 hektar itu milik Pemerintah Provinsi Bengkulu.

"Kami tak mampu melakukan pengembangan dan pembangunan, hanya renovasi ringan, karena itu aset Pemerintah Provinsi Bengkulu. Jika kami usulkan pembangunan atau perbaikan manajemen untuk dianggarkan di APBD tentu DPRD akan menolak karena itu bukan aset Kota Bengkulu," ungkap dia.

Selama ini, lanjutnya, Pemerintah Kota Bengkulu hanya menganggarkan biaya makanan, perawatan kandang, serta kebersihan sebesar Rp 7,5 juta per bulan.

"Dana Rp 7,5 juta per bulan itu, jika dibagi per hari untuk makan hewan 116 ekor menghabiskan sekitar Rp 250.000, dipotong pajak sekitar Rp 50.000. Pengelolaannya diserahkan kepada pihak ketiga. Mereka mau untung pasti berkurang lagi ke hewan, hanya itu yang mampu kami lakukan," ungkap Matriani.

Sementara itu, di sisi lain, dia juga dibebani pendapatan asli daerah (PAD) dari kawasan itu sebesar Rp 216 juta per tahun, tetapi hanya 80 persen yang mampu tercapai.

"PAD didapat dari karcis Rp 2.000 per orang pengunjung, ini karcis termurah di dunia untuk tempat semacam itu," katanya berkelakar.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Bengkulu telah mengirimkan surat ke Pemprov Bengkulu agar aset kawasan itu diserahkan ke Kota Bengkulu, tetapi permintaan itu tak pernah ditanggapi.

"Kalau aset dan pengelolaan diserahkan pada Kota Bengkulu, kami akan bisa banyak berimprovisasi guna pengembangan taman satwa itu, termasuk menyerahkan pengelolaannya pada pihak profesional," tegas Matriani.

Dia berharap para pencinta satwa dan masyarakat umum dapat ikut membantu pengembangan taman satwa di Kota Bengkulu.

"Kami membuka diri bagi pihak mana saja yang ingin membantu mengembangkan taman satwa dan juga perlindungan satwa di Kota Bengkulu," lanjut dia.

Sebelumnya, sebuah media online di Malaysia menyebutkan dalam sebuah beritanya bahwa kebun binatang terburuk di dunia ada di Indonesia, yakni Kebun Binatang Taman Remaja di Bengkulu. Dalam berita tersebut diungkapkan, ada lembaga swadaya masyarakat yang meminta agar kebun binatang terburuk di dunia itu segera ditutup. (Baca juga: Diberitakan, Kebun Binatang Terburuk di Dunia Ada di Bengkulu)

Media tersebut mewawancarai seorang investigator senior dari Kelompok Pencinta Satwa Indonesia (Indonesian Friends of the Animals/IFOTA), Marison Guciano. Dalam wawancara itu, Marison mengaku terkejut menyaksikan satwa yang berada di kebun binatang itu. Pasalnya, di kandang satwa tidak tersedia makanan yang cukup dan air untuk minuman satwa.

Sementara itu, kandang satwa penuh dengan sampah. Kondisi kebun binatang ini sangat memprihatinkan dan dapat dikategorikan sebagai kebun binatang terburuk di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com