Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Palu Menuju "Nol" Kemiskinan

Kompas.com - 10/07/2015, 15:00 WIB

Oleh Videlis Jemali

Selasa (7/7) lalu, pukul 05.15 Wita. Adima (42), warga Kota Palu, Sulawesi Tengah, bergegas menempuh jarak sekitar 2 kilometer dengan berjalan kaki. Tangan kanannya memegang sapu lidi.

Sebelum jarum jam menunjuk pukul 06.00 Wita, ia sudah berdiri di pinggir got di Jalan Basuki Rachmat, Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan, Palu. Bersama 19 warga selingkungan, pagi itu ia membersihkan got, mencabut rerumputan di pinggir jalan sepanjang 750 meter.

Adima adalah salah satu peserta program padat karya, yaitu program inisiatif pengentasan rakyat dari kemiskinan yang diluncurkan Pemerintah Kota Palu pada April 2014. Ia menjadi peserta selama hampir 1,5 tahun terakhir. Sebulan, dengan 60 jam kerja, Adima diupah Rp 600.000.

"Ini bisa meringankan biaya masuk SMA anak bungsu saya. Saya cuma ibu rumah tangga, kasihan. Suami hanya buruh bangunan. Kami berjuang keras biar anak bungsu bisa kuliah," ujarnya. Adima mempunyai empat anak. Tiga anak yang sudah berkeluarga hanya lulusan SMP.

Dalam dua bulan terakhir, warga RT 005 RW 010, Kelurahan Birobulu Utara, itu merintis usaha pembuatan batako. Modal usaha sebagian besar didapat dari upah padat karya, ditambah dengan arisan dengan sejumlah peserta lain di sekitar tempat tinggal Adima.

Program padat karya adalah implementasi dari ide besar Palu Zero Poverty. Program yang ditargetkan berjalan tiga tahun, 2014 hingga 2016, itu berlandaskan ikhtiar bahwa tak satu warga Kota Palu pun terabaikan hak dasar dan hak lanjutannya dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan budaya. Program menjangkau sekitar 13.000 rumah tangga miskin atau sekitar 75.000 jiwa. Jumlah itu merupakan populasi orang miskin di kota dengan jumlah penduduk sekitar 400.000 jiwa.

Padat karya ditujukan kepada warga yang dianggap berada di bawah garis kemiskinan atau kelompok "tak berdaya". Untuk warga kota yang mempunyai keterampilan, pemkot memberikan pelatihan intensif untuk mengembangkan usaha rumahan. Saat ini, 500 orang dilatih di Sulawesi Barat untuk usaha pengolahan rumahan, seperti pembuatan keripik.

Untuk warga yang secara ekonomi bisa mengembangkan usaha, pemkot pada tahun kedua program bernegosiasi dengan sejumlah bank untuk menyediakan kredit usaha rakyat daerah (KURDa). Pemkot Palu menyetorkan jaminan atas kredit masyarakat.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palu Presly Tampubolon menyebutkan, pada tahun pertama (April 2014-Maret 2015) program itu menjangkau 2.165 rumah tangga miskin di 43 kelurahan. Peserta padat karya berjumlah satu orang per rumah tangga, entah suami atau istri. Peserta merujuk pada daftar penduduk miskin versi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang datanya juga ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu.

Hingga Desember tahun ini, Pemkot Palu menambah peserta program sebanyak 2.850 rumah tangga miskin. "Kami targetkan tiga tahun, semua rumah tangga miskin terjangkau program," ujar Presly.


Tiga kegiatan

Padat karya secara umum terbagi dalam tiga kegiatan utama, yaitu penataan lingkungan (perbaikan infrastruktur), kebersihan lingkungan (pengangkutan sampah), dan penghijauan (penanaman pohon). Kelurahan menentukan lokasi kerja yang telah divalidasi Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palu.

Merujuk pada nama program, Presly menyatakan, padat karya merupakan program dengan pekerjaan riil yang diikuti banyak orang. Di dalamnya ada gotong royong, kebersamaan, dan kerja keras. "Ini semacam stimulan bagaimana masyarakat membangun lingkungan dan kehidupannya dengan semangat kebersamaan," tuturnya.

Pemkot Palu mengalkulasi kemungkinan "penyimpangan" penggunaan uang oleh peserta. Dengan 5.000 peserta program, sebulan pemerintah menggelontorkan Rp 3 miliar. Jumlah itu belum mencakup tenaga pendamping. Caranya adalah mewajibkan peserta padat karya dalam layanan sosial Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Potongan yang harus disetor Rp 20.000. Tujuh peserta program yang meninggal mendapatkan santunan dari BPJS Ketenagakerjaan. Untuk kepentingan pendidikan anak-anak, peserta "dikutip" Rp 30.000 per bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com