Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Palu Menuju "Nol" Kemiskinan

Kompas.com - 10/07/2015, 15:00 WIB

"Jadi, layanan dasar warga tercakup dalam program," ucap Presly lagi. Mengingat porsi "tak terbimbing" dari upah masih besar, pemkot masih menyusun alat kontrol agar dana dialokasikan secara produktif. Sejak program diluncurkan, belum ada pengawasan dan survei kecenderungan penggunaan uang apakah ke sektor produktif (dengan usaha kecil dan rumah tangga) ataukah habis untuk konsumsi.

Namun, Presly memastikan sejak awal kelurahan bersama dengan pendamping lapangan mengarahkan peserta untuk menggeluti usaha kecil atau usaha rumahan. Ada beberapa peserta yang merintis dengan membuat nasi kuning (hidangan khas Palu), memutar uang dalam kelompok arisan. "Hal begini akan kita kembangkan agar uang tak lenyap begitu saja. Perlu diingat dasar program adalah stimulasi agar warga membangun usaha produktif dengan intervensi pemerintah dalam jangka pendek," imbuhnya.

Ia mengingatkan, program itu merupakan satu segmen kehidupan warga yang ditanggung pemerintah. Segmen lain diharapkan digerakkan secara berdaya dan mandiri oleh masyarakat.

Sayang, pemkot belum memiliki alat ukur untuk mengetahui signifikansi program terhadap pengentasan rakyat miskin. Pemkot sedang menyusun indikator itu dengan melakukan survei secara mikro (per rumah tangga). "Semua nanti akan terungkap. Kalau terjadi signifikansi, itu menjadi model. Kalau tidak berdampak sama sekali, akar masalah akan diselesaikan," kata Presly.

Pekerjaan lain adalah masih tumpang tindihnya berbagai program atau intervensi, termasuk yang diinisiasi pemerintah pusat. Presly tak menampik kemungkinan peserta padat karya berulang kali tercakup berbagai program pemerintah. Oleh karena tak ada alat ukur dan data integral untuk mengetahui efektivitas intervensi, eksekusi di lapangan agak sulit.


Belum terlihat

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako Palu Slamet Riyadi Cante menyampaikan semestinya sebelum program diluncurkan, pemkot terlebih dahulu mengkaji secara komprehensif penyebab warga miskin. Ini dilakukan demi efektivitas formulasi kebijakan penanggulangan kemiskinan. Banyak program penanganan kemiskinan dilakukan, tetapi dampaknya belum terlihat.

Selain itu, Slamet juga menyikapi secara kritis porsi jangka panjang dari alokasi upah yang diterima peserta padat karya. Porsi untuk pendidikan, misalnya, masih terlalu sedikit dibandingkan dengan alokasi yang mungkin saja dipakai untuk konsumsi. Padahal, pendidikan termasuk layanan dasar yang menjadi pijakan pembangunan sumber daya manusia dan penopang pengembangan kota masa depan.

Kekhawatiran lain formulasi program dalam bentuk padat karya adalah efek moral. Warga bisa akan kehilangan sensitivitas terhadap kebersihan kota.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juli 2015, di halaman 22 dengan judul "Palu Menuju "Nol" Kemiskinan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com