Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Meugang" di Aceh, Trilogi Bahagia, Kerinduan, dan Syukur

Kompas.com - 17/06/2015, 16:02 WIB
Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Anggun Laeela hanya menyantap sendiri makan siangnya, menunya juga daging, tapi rasanya yang berbeda. “Ini bukan masakan ibu saya, tapi masakan teman, meugang tahun ini tidak pulang kampung, rasanya berbeda sekali,” kata perempuan muda ini.

Biasanya, sebut Anggun, setiap tahun menjelang puasa Ramadhan, ia menyempatkan diri pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Bersama ayah, ibu, serta adik-adiknya, ia menikmati suasana ramai menjelang puasa Ramadhan. Salah satunya adalah berkumpul dan makan bersama keluarga dengan menu utama daging sapi yang diolah menjadi aneka masakan.

Namun tahun ini, ia terpaksa memendam rasa ingin berkumpul menikmati meugang bersama keluarga, karena pekerjaannya yang menyita banyak waktu. “Bukan hal mudah melewati hari meugang tanpa keluarga, tapi terpaksa harus dilewati, berharap bisa terbayarkan saat lebaran tiba nanti,” kata dia.

Tradisi makmeugang atau meugang, adalah tradisi turun temurun di Aceh yang dilakukan saat menyambut hari besar keagamaan, seperti Idul Fitri, Idul Adha dan saat menyambut puasa Ramadhan.

Biasanya, tradisi ini berlangsung selama dua hari, sebelum tanggal 1 Ramadhan tiba. Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Badruzzaman Ismail, mengatakan, makmeugang pertama sekali diperingati pada abad ke-16 masehi. Saat itu, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda.

Istilah makmeugang saat itu sudah diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi atau Undang-Undang Kerajaan. Pada hari makmeugang, diriwayatkan Sultan Iskandar Muda memerintah perangkat desa untuk mendata warga miskin, dan kemudian membagi daging kurban dalam jumlah banyak secara gratis untuk dinikmati warga bersama keluarga.

“Pembagian daging tersebut adalah wujud rasa syukur Sultan saat itu kepada rakyatnya, sehingga Sultan membagikan rasa bahagianya itu kepada rakyat, dan tradisi ini terus bertahan di kalangan masyarakat Aceh sampai saat ini, sebagai bentuk rasa syukur," kata Badruzzaman Ismail, Rabu (17/6/2015).

Makmeugang juga memiliki nilai religius. Masyarakat Aceh yang kental dengan keislamannya mempercayai bahwa hari meugang diperingati di hari suci dan sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan yang memberikan rezeki.

Nilai filosofi lain dari tradisi meugang ini, sebut Badruzzaman Ismail, adalah sebagai bentuk nilai sosial dan yang mengingatkan kepada setiap orang untuk saling berbagi terhadap sesama. “Dan juga nilai silaturrahmi, dimana setiap anggota keluarga yang berjauhan, pada hari itu akan berkumpul bersama dan duduk pada satu meja untuk makan bersama menikmati makanannya, sedikit dan banyak sama dibagi,” kata dia.

Tidak heran, sebut Badrruzaman Ismail, harga daging sapi saat hari meugang melonjak tinggi, karena memang permintaan daging sapi juga meningkat. “Jaman dulu daging sapi adalah menu makanan yang mewah, sehingga warga tidak setiap hari bisa mengkonsumsinya, hanya dihari-hari seperti ini saja warga bisa menikmati daging sapi, oleh karena itu saat meugang menu di setiap rumah tangga di Aceh didominasi daging sapi,” urai Badruzzaman.

Di Kota Banda Aceh, harga jual daging sapi di hari meugang mencapai Rp 130-150 ribu per kilogramnya. “Harus beli juga, kasian anak-anak di rumah juga ingin menikmati masakan daging, kan ini meugang, sedikit atau banyak harus ada menu daging sapi,” ujar Mardiah, seorang ibu rumah tangga.

Pagi-pagi sekali, Mardiah sudah terlihat berada di tempat penjualan daging sapi, agar bisa mendapat daging sapi dengan kualitas baik. “Kalau tidak pagi-pagi nanti banyak bagian daging yang bagus habis karena banyak orang membeli daging sapi,” kata dia.

Daging sapi lokal, menjadi pilihan favorit bagi warga di Banda Aceh. Abdurrahman, seorang pedagang daging sapi di Pasar Keutapang, Banda Aceh, mengatakan daging sapi lokal lebih banyak dipilih warga dari pada sapi hasil kawin silang, atau bahkan sapi impor.

“Orang lebih banyak pilih sapi Aceh alias sapi kampung, mungkin karena dagingnya lebih enak,” kata laki-laki yang kerap dipanggil Cek Man ini.

Bagi Mardiah, bisa membeli daging sapi, walau tak banyak akan memberi kebahagiaan tersendiri baginya dan keluarga. Sementara, bagi Anggun, bisa menikmati menu daging sapi di hari meugang walau tak bersama keluarga juga memberi kebahagiaan tersendiri. Bahagia, syukur, dan menutup rasa rindu. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com