Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makam Putra HB II di Borobudur Terima Serat Kekancingan Keraton Jogja

Kompas.com - 19/05/2015, 14:37 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Perjuangan segenap warga Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang untuk mendapatkan serat kekancingan (pengukuhan) dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat atas makam petilasan Bendara Pangeran Harya (BPH) Tejakusuma, membuahkan hasil.

Makam yang terletak di Dusun Tingal Kulon RT 3 RW 2 itu kini menjadi makam petilasan Puroyo Cikalan. Piagam Kekancingan bernomor 028/KHPP/MULUD I/EHE 1948-201 ditandatangani GKR Condrokirono dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan secara resmi telah diserahkan oleh pemerintah desa setempat, Sabtu (16/5/2015) malam lalu.

Bagi warga Desa Wanurejo, makam ini merupakan bukti sejarah cikal-bakal berdirinya Desa Wanurejo yang ternyata sudah berusia ribuan tahun. “Sejak tahun 1999 kami berusaha mencari informasi tentang sejarah berdirinya desa ini. Kami melakukan penulusuran dan pencarian data dengan meminta keterangan sejumlah sesepuh. Pencarian cukup sulit karena tidak ada catatan sejarah tradisi yang tertulis, kecuali pada prasasti Manjusrigrha,“ ujar Sukiyadi, tokoh masyarakat setempat, Senin (18/5/2015).

Dikisahkan Sukiyadi, mendiang Tejakusuma adalah putra Sri Sultan Hamengku Buwana (HB) II putra ke-76. Ia merupakan tokoh besar yang pernah dinobatkan sebagai Hadipati (Bupati) tanah perdikan Wonorejo (kini Wanurejo) pada 17 Mei 1799 silam oleh sang Ayah.

“Sultan HB II memberikan tanah perdikan ini bertujuan untuk memperkuat pribumi dalam mempertahankan bumi pertiwi dari jajahan Belanda,” imbuh Sukiyadi.

Menurut Sukiyadi, Tejakusumo diketahui memiliki ikatan historis dengan Pangeran Diponegoro karena pernah ikut berjuang melawan penjajah kolonial Belanda bersama pasukan gerilya Pangeran Diponegoro di sepanjang Pegunungan Menoreh sekitar tahun 1825.

Saat itu, Tejakusumo menyamar dengan mengubah nama menjadi Wanu Tejakusuma. “Pada 1836 Wanu Tejakusuma wafat, lalu untuk menghormati jasa-jasa beliau maka nama samarannya diabadikan menjadi nama Kadipaten (Kabupaten) Wanurejo, dari sebelumnya bernama Kadipaten Wonorejo,“ kata Sukiyadi.

Salah satu peninggalannya, kata Sukiyadi, hingga saat ini masih tersimpan sebuah bedhug genderang perang di masjib Tiban Baitur Rohman di Dusun Tingal Wetan, tidak jauh dari Dusun Tingal Kulon.

Luardi Bendung, Ketua RT 3 Dusun Tingal Kulon, menambahkan, pengukuhan makam BPH Tejakusumo sebagai bagaian dari kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ditandai dengan peletakan air tujuh rupa yang diambil dari mata air Umbul Tirta, serta penanaman pohon cikal di depan makam petilasan.

Ke depan, akan ada abdi dalem yang khusus merawat petilasan ini. “Dengan adanya pengukuhan ini harapan kami masyarakat bisa menghargai para leluhur, tidak sekadar merawat akan tetapi juga selalu berdoa,“ tutur Luardi.

Luardi memaparkan, hingga saat ini petilasan Puroyo Cikalan masih dalam penyempurnaan. Bangunan klasik khas pendopo Jawa tetap akan dipertahankan, namun di luar bangunan utama akan dibuat sejumlah tambahan. Antara lain akan dibuat 17 anak tangga sesuai tanggal lahir BPH Tejokusumo, 17 Mei dan saat merasuk agama Islam dia melakukan salat 17 rakaat.

“Atas ridho Allah SWT, ada tanah warga di depan petilasan ini yang sudah dibebaskan. Rencanya akan dibangun beberapa lapak agar warga bisa berjualan. Harapan kita memang petilasan ini akan menjadi salah satu destinasi wisata ziarah di Kabupaten Magelang,“ ujar Luardi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com