Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Dirumahkan, Ribuan Bidan Desa Mengadu ke DPR

Kompas.com - 14/03/2015, 15:39 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis

KENDARI, KOMPAS.com - Sebanyak 1.300 bidan desa dengan status pegawai tidak tetap (PTT), yang tersebar di 15 kabupaten di Sulawesi Tenggara (Sultra) terancam dirumahkan. Kebijakan pemberhentian ribuan bidan desa seluruh Indonesia itu, tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 yang akan merumahkan bidan PTT.

Penolakan itu disampaikan perwakilan 1.300 bidan desa, untuk tugas-tugas kemanusian di wilayah terpencil Sultra melalui Forum Bidan PTT ke anggota DPR RI asal Sultra Amirul Tamim, di sela-sela kunjungan kerjanya.

"Se Indonesia 41.000 bidan desa PTT, khusus di Sultra ada 1.300 orang. Kami berharap pegabdian selama sembilan tahun jangan berakhir dengan dirumahkan tetapi diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS)," kata Ketua Forum Bidang Desa PTT Sultra, Elvira Saranani, Sabtu (14/3/2015).

Bidan PTT di Sultra, lanjut Elvira, terdiri dalam tiga klasifikasi, yakni bidan biasa atau tidak terpencil, bidan terpencil, dan bidan sangat terpencil. "Dengan status sebagai bidan PTT, pendapatan tersebut tidak menjanjikan masa depan kami. Ditambah lagi ancaman dirumahkan, padahal kita sudah mengabdi di daerah-daerah terpencil yang kekurangan fasilitas," kata dia.

Menurut dia, bidan yang bertugas di daerah tidak terpencil digaji Rp 1,6 juta per bulan, di daerah terpencil Rp 2,3 juta dan di daerah sangat terpencil digaji Rp 3,6 juta per bulan. "Dalam Permen tersebut, bidan PTT yang sudah habis masa kontraknya bisa dirumahkan," kata dia.

Hal yang sama juga diungkapkan, Ketua Forum Bidan PTT Kolaka Timur Luh Sudarsih. Menurut dia, jika mereka benar-benar dirumahkan, maka nasib bidan PTT semakin tidak jelas dan bisa menjadi pengangguran.

"Karena itu, kami mohon agar kami bisa difasilitasi dengan Kementerian PAN dan RB untuk kemungkinan diangkat menjadi PNS," kata dia. "Selain kesulitan letak wilayah dengan tingkat pelayanan yang cukup berat, kami telah banyak menyelamatkan ibu hamil dan proses persalinan bayi," ujarnya lagi.

Bahkan, dalam melaksanakan tugas, bidan desa di Kabupaten Konawe Kepulauan bertugas ganda. "Kita bahkan bisa mengerjakan tugas dokter, belum lagi bila ombak besar terus ada masyarakat yang butuh perawatan secepatnya kita harus segera menolong," tutur dia.

Lebih lanjut, Marlina menjelaskan, di wilayah tugasnya tidak ada dokter. Hanya ada 32 bidan yang melayani masyarakat di daerah kepulauan itu. Melalui Forum Bidan PTT, mereka sudah memperjuangkan nasib untuk diangkat sebagai PNS ke Menteri Kesehatan, Komisi IX DPR RI dan Kementerian Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).

"Kemarin kami bertemu Gubernur Sultra, beliau bersedia memberikan rekomendasi dan mengimbau bupati/walikota tempat para bidan mengabdi untuk menerbitkan rekomendasi pengangkatan sebagai PNS," ungkap Elvira.

Mendengar penjelasan perwakilan bidan PTT Sultra, Anggota komisi II DPR RI Amirul Tamin mengatakan, akan menyampaikan aspirasi itu di komisi II DPR RI. Permasalahan bidan desa PTT mesti diseriusi karena berdampak bertambahnya pengangguran, menurunnya pelayanan kesehatan di desa-desa.

"Kalau secara bersamaan, bidan desa PTT dirumahkan dan saat itu 1000 warga membutuhkan pelayanan medis siapa yang menolong, olehnya itu aspirasi ini akan kami bahas bersama anggota komisi II DPR RI lainnya," kata Amirul lagi.

Amirul mengaku akan mengagendakan pertemuan dengan Kementerian PAN/RB, selaku instansi yang mengurus soal PNS sekaligus mitra komisi II DPR RI. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com