Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petugas PPL di TTU Potong Dana Kelompok Tani Rp 5 Juta

Kompas.com - 01/03/2015, 17:00 WIB
Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KEFAMENANU, KOMPAS.com - Pengurus kelompok tani wanita Ponubiae di Desa Hauteas, Kecamatan Biboki Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), mengeluhkan ulah petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di wilayah mereka yang bernama Jimi Ngera karena memotong dana bantuan tani sebesar Rp 5 juta. Alasannya, uang pungutan liar (pungli) itu untuk menyogok Dinas Pertanian setempat sehingga semua urusan kelompok tani bisa lancar.

Ketua kelompok tani Ponubiae, Lusia Sako didampingi bendahara kelompok, Meri Rafae, kepada Kompas.com, Minggu (1/3/2015) menjelaskan, selain memotong dana Rp 5 juta, Jimi juga dituding menghimpun dana kelompok namun penggunaannya belum bisa dipertanggungjawabkan.

Lusia menjelaskan, dana bantuan kelompok tani yang cair pada Oktober 2013 sebesar Rp 30 juta. Dari jumlah tersebut, pihaknya menarik Rp 12 juta lebih. Dari total penarikan tersebut, keduanya hanya membelanjakan Rp 2.035.000, sedangkan sisanya, Rp 10 juta lebih, dikembalikan ke petugas PPL, Jimi.

"Karena kami takut pegang uang dalam jumlah banyak, maka kami serahkan sementara ke dia (Jimi). Tapi, sampai hari ini, setiap kami minta untuk kebutuhan kelompok, dia selalu kasih alasan. Sudah begitu, uang sisa yang ada di rekening dia larang kami tarik," jelasnya.

"Tidak hanya melarang, dia sering datang dan marah-marah pada saya dan suami saya. Anehnya, dia sering minta pinjam uang kelompok yang masih ada di rekening, katanya mau bisnis, tapi saya selalu kasih alasan," tutur Lusia dibenarkan Meri.

Meri menambahkan, saat pencairan pertama, Jimi langsung memotong Rp 5 juta dengan alasan diberikan kepada Dinas Pertanian sehingga semua urusan kelompok bisa lancar.

"Ini kita potong Rp 5 juta untuk orang di Dinas Pertanian supaya urusan dalam kelompok lancar," ungkap Meri menirukan ucapan Jimi.

Lusia menimpali, sejak tahun 2013 lalu, uang milik kelompok hanya mengendap di rekening dan tidak dizinkan oleh Jimi untuk ditarik. Saat ada pemeriksaan dari Dinas Pertanian kabupaten, petugas itu marah karena kelompok tani tidak mencairkan uang untuk kegiatan kelompok. Menurut Lusia, pencairan pertama sebanyak Rp 12 juta lebih hanya digunakan untuk membeli bibit sayur, anak ayam kampung dan polibag. Namun setelah itu, Jimi tak kunjung datang. Kandang ayam yang sudah dibuat untuk beternak ayam broiler akhirnya dibongkar karena setiap kali meminta uang kepada Jimi, selalu saja berkilah dengan berbagai alasan.

"Kami pernah minta, dan dia kasih alasan uang sisa milik kelompok sudah dikembalikan ke rekening kami. Setelah saya dan bendahara pergi cek di BRI, ternyata tidak ada uang yang masuk. Jumlah uang kami masih tetap seperti dulu," jelas Lusia.

Kekecewaan memuncak

Kekecewaan kelompok ini memuncak setelah hendak membeli pupuk, namun saat meminta uang kepada Jimi, petugas PPL ini malah mengatakan bahwa uang tidak bisa dicairkan saat ini hingga ada pergantian petugas.

Ketika masyarakat ingin membeli pupuk dengan uang pribadi, Jimi menjelaskan bahwa pupuk sudah habis dijual ke Desa Lokomea (desa tetangga). Padahal, kata Lusia, berdasarkan aturan, untuk mendapatkan pupuk harus menggunakan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Anehnya, RDKK digunakan oleh Jimi untuk membeli pupuk dalam jumlah banyak lalu menjualnya dengan harga tinggi, Rp 175.000/karung.

Akibat ulah JImi tersebut, hingga saat ini banyak petani belum mendapatkan pupuk. Tidak hanya itu, banyak anggota kelompok yang sudah mengundurkan diri karena saling curiga.

"Kami tadi pagi sempat ribut karena mereka tuduh saya dan bendahara makan uang kelompok. Sementara uang kelompok ada di petugas PPL (Jimi). Orang lain yang makan uang, kita yang berkelahi,” kata Lusia.

Bahkan, kata Lusia, dirinya bersama anggota lainnya semalam mengundang Jimi untuk klarifikasi masalah ini, namun yang bersangkutan enggan untuk datang.

Sementara itu, Frans Kolo, salah satu anggota kelompok yang sudah mengundurkan diri, mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dengan kelakuan petugas PPL yang terkesan membodohi dan menipu mereka.

"Kami ini sudah bodoh. Kalau pemerintah mau bantu kami, kenapa harus ada potongan Rp 5 juta lagi dengan alasan sogok agar urusan kelompok lancar. Kalau petugas datang hanya untuk tipu kami, sebaiknya dia dipindahkan saja karena kami tidak butuh petugas yang mau menipu kami, orang bodoh,” kata Frans.

Dikonfirmasi terpisah, petugas PPL, Jimi Ngera yang dihubungi melalui telepon selulernya membantah semua tudingan itu.

“Itu tidak benar karena dana program masuk langsung ke rekening kelompok dan dicairkan oleh kelmpok serta dibelanjakan oleh kelompok. Kalau ada uang yang saya terima, tentu ada kuitansi penyetoran ke saya. Kalau tidak, ya, tentu saya tidak tahu,” jawab Jimi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com