Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Lereng Merapi Terus Diteror

Kompas.com - 25/02/2015, 16:00 WIB

SLEMAN, KOMPAS.com — Warga dua desa di lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, mengaku mendapat teror dari sekelompok orang yang diduga sebagai penjaga lokasi penambangan pasir di wilayah tersebut. Teror diduga terkait sikap warga yang menolak penambangan pasir di desa itu yang dinilai menimbulkan dampak negatif.

Teror dan intimidasi dialami warga Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, dan Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Sleman. Aksi teror marak sesudah warga kedua desa melakukan demonstrasi menolak penambangan pasir dengan menutup jalan desa pada 17 Februari lalu. Dampak negatif dari penambangan itu antara lain berkurangnya pasokan air tanah dan kerusakan jalan.

”Setelah aksi kami pada siang hari, malam harinya puluhan orang penjaga backhoe (alat berat) berkonvoi dengan belasan sepeda motor yang bersuara keras serta empat mobil. Mereka membakar spanduk yang kami buat untuk aksi demo,” ujar Koordinator Lapangan Forum Komunikasi Warga Lereng Merapi Peduli Konservasi, Al Maryono, Selasa (24/2), di Sleman.

Menurut Maryono, para peneror juga membawa pedang. Teror itu sudah dilakukan beberapa kali. Namun belum ada tindakan tegas dari aparat kepolisian. ”Kami kecewa karena ada beberapa peristiwa teror tapi polisi tidak bertindak dan terkesan membiarkan,” katanya.

Yudi, warga Desa Purwobinangun, mengatakan, setiap malam, masyarakat berjaga di rumah masing-masing dan di gang-gang dekat permukiman. Saat siang situasinya sepertinya aman dan damai, tetapi saat malam hari suasananya seperti sedang perang.

Selain meresahkan, Yudi menambahkan, aksi teror juga telah mengakibatkan aktivitas dan kegiatan perekonomian warga terganggu. ”Pekerjaan sehari-hari kami menjadi terganggu karena setiap malam harus berjaga hingga pagi hari,” katanya.

Kepala Polres Sleman Ajun Komisaris Besar Faried Zulkarnaen membantah adanya pembiaran terhadap aksi teror. Jika ada sekelompok orang terbukti melakukan teror dan membawa senjata tajam, kepolisian akan menangkap mereka.

”Selama masih terjadi keresahan warga, sebagian anggota kepolisian akan terus kami tempatkan di sana untuk mengurangi kekhawatiran dan kegelisahan. Jika ada oknum pelaku teror yang membawa senjata tajam akan kami tangkap,” katanya.

Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Soeprapto, meminta aparat pemerintah dan kepolisian melakukan mediasi untuk menyelesaikan perselisihan antara warga dan pengelola pertambangan. Mediasi perlu agar ketakutan akibat teror dan dampak negatif akibat penambangan yang dialami warga bisa segera hilang. ”Jangan sampai warga yang sudah dirugikan dengan penambangan justru resah karena teror terus berlanjut,” katanya.

Berdasarkan pemantauan Kompas, Selasa siang, sejumlah lokasi penambangan di Dusun Ngepring, Desa Purwobinangun, tampak sepi. Beberapa lubang bekas galian dengan alat berat tetap menganga dengan kedalaman sedikitnya 5 meter. Jalan menuju ke lokasi penambangan ditutup warga dengan menggunakan batang pohon.

Maryono mengatakan, sebelum penolakan warga, sedikitnya 2.000 truk mengangkut material melintas di desa mereka setiap hari. ”Warga pernah menghitung, setiap jam ada 254 truk yang melintas. Jika diteruskan, akan menjadi bencana bagi lingkungan di lereng Merapi,” ujarnya.

Beberapa warga mengaku saat ini mereka harus memperdalam sumur agar tetap bisa mendapatkan air bersih. (DRA/HRS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com