Menurut Bambang, saat ini penjual awul-awul di wilayah Kabupaten Semarang semakin menjamur.
"Kalau sudah ada larangan, mestiya pemerintah daerah mengadakan operasi. Baju bekas impor dilarang, malah semakin banyak tumbuh. Disperindag harus turun ke bawah," kata Bambang, Kamis (5/2/2015).
Menurut dia, saat ini banyak produk garmen dari Indonesia yang kualitasnya cukup bagus. Selain itu, harga pakaian produksi dalam negeri juga terjangkau oleh masyarakat.
"Saat ini produk indonesia banyak berkualitas, harganya terjangkau," ujarnya.
Pendapat berbeda dikatakan oleh salah seorang penjual awul-awul di Ungaran, Soni. Menurut dia, terciptanya pasar pakaian bekas impor di Indonesia tidak lepas dari rendahnya kualitas produk garmen lokal. Dirinya meminta pemerintah tidak hanya melarang penjualan pakaian bekas tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas produk garmen dalam negeri.
"Kalau ini kan harga murah kualitasnya bagus, bahkan ada merek. Sekarang kan mekanisme pasar, jadi tingkatkan kualitas baju Indonesia (dulu), kalau mau melarang," ungkap Soni.
Menurut Soni, kualitas produk garmen Indonesia tidak lebih bagus dari pakaian bekas impor, sehingga masyarakat masih melirik produk pakaian bekas impor meskipun sudah ada larangan.
"Tidak pengaruh kok dengan pemberitaan. Sekarang kalau beli buatan Indonesia, dipakai sehari dua hari sudah jelek. Ya, mendingan beli awul-awulkan mas," pungkas Soni