Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Jokowi, Nelayan di Lampung Protes Menteri Susi

Kompas.com - 28/01/2015, 14:17 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis

BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com - Seratus hari kepemimpinan Presiden Joko Widodo, nelayan di Lampung menyambutnya dengan penolakan "Permen Pahit" dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Nelayan di Lampung menolak diberlakukannya kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru karena dianggap menyengsarakan nelayan kecil. Penolakan itu disampaikan dengan cara berjalan kaki dari lokasi tempat pelelangan ikan (TPI) menuju Kantor Gubernur Provinsi Lampung, yang berjarak sekitar lima kilometer, Rabu (28/1/2015).

Sesampainya di sana, mereka langsung menyampaikan kegelisahannya di depan Gedung DPRD Provinsi Lampung yang mendapat pengawalan ketat termasuk pagar kawat duri.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Provinsi Lampung Marzuki Yazid mengatakan, pelarangan menggunakan alat tangkap yang diatur dalam Permen Nomor II Tahun 2015 menyulitkan nelayan. Sebab, alat tangkap seperti cantrang, dogol, lempara dasar dan puyang merupakan alat tangkap yang mayoritas digunakan oleh seluruh nelayan di Lampung.

"Bisa mati kami di sini kalau harus menggantikan alat lainnya tanpa ada proses alih teknologi," ujar Marzuki.

Kelompok nelayan itu juga menolak adanya Permen KPP Nomor I tentang larangan menangkap lobster, kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu. "Nelayan yang menangkap jenis ikan tersebut adalah nelayan yang menggunakan kapal di bawah 5 GT sampai 10 GT. Tidak mungkin nelayan mendeteksi ukuran ikan di dalam laut," kata dia lagi.

Akibat kebijakan pemerintah pusat yang belakangan meresahkan nelayan itu, ia berharap pemerintah daerah mengambil langkah cepat dan solusi terbaik bagi kehidupan nelayan. "Kami ini waktu pemilihan memilih Presiden Jokowi, berharap nasib kami ini bisa berubah menjadi lebih baik, tapi rupayanya, pahit sekali 'permen' yang diberikan kepada kami," ujar dia.

"Hidup di laut sangat susah, kami butuh makan untuk besok, biarlah kami makan singkong asal nyata daripada makan roti tapi dalam mimpi," kata dia.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com