Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jokowi Didesak Ikut Selesaikan Konflik Pabrik Semen di Rembang

Kompas.com - 29/11/2014, 14:22 WIB
Kontributor Semarang, Puji Utami

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com - Penolakan terhadap pendirian PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah terus dilakukan sejumlah warga. Setidaknya masih ada puluhan ibu-ibu yang sudah bertahan hingga saat ini atau sekitar 167 hari di tenda penolakan yang didirikan di jalan masuk pabrik.

Sempat terjadi ketegangan antara ibu-ibu dan aparat saat warga mencoba memblokir jalan masuk pabrik. Ketegangan itu terjadi selama dua hari pada Rabu dan Kamis (26-27/11/2014) lalu. Warga meminta proses pembangunan dihentikan, namun hingga kini justru masih berlangsung. Alat berat juga masih hilir mudik di sekitar lokasi pembangunan.

Terkait hal itu, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) mendesak Presiden Joko Widodo bisa ikut menyelesaikan permasalahan tersebut. "Presiden Jokowi ketika ditemui perwakilan warga Rembang, Pati dan Urutsewu (Kebumen) pada 5 September lalu di Jakarta, katanya tunggu pelantikan, tapi sampai sekarang pembangunan pabrik itu masih beroperasi," ungkap Koordinator Umum FNKSDA, Syatori, Sabtu (29/11/2014).

Selain itu, FNKSDA menyatakan sikap dan meminta Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut Izin Lingkungan PT Semen Indonesia Nomor 668.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Menghentikan proses pembangunan karena akan berakibat buruk terhadap daya dukung lingkungan di kawasan karst Watuputih.

"Kami juga meminta gubernur melaksanakan rekomendasi Komnas HAM untuk menghentikan aktivitas pabrik, aparat polisi dan TNI juga harus ditarik mundur karena diduga melakukan tindakan diskriminatif dan melakukan intimidasi pada warga yang menolak," katanya.

Ia menambahkan, FNKSDA juga meminta Dirjen Geologi untuk menetapkan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih sebagai bentangan kawasan karst sehingga dilarang adanya aktivitas pertambangan. "Jika pembangunan pabrik tetap dilanjutkan, maka fungsi resapan air kawasan CAT Watuputih akan hilang dan mengancam lebih dari 607.198 jiwa di 4 kecamatan yang kebutuhan airnya dipasok dari kawasan ini," jelasnya.

Sedangkan Joko Prianto dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng Rembang saat dihubungi mengatakan, ibu-ibu yang melakukan penolakan hingga saat ini masih bertahan di tenda. Aparat TNI dan Polri juga masih melakukan penjagaan.

"Kami yang menolak akan tetap bertahan sampai izin lingkungan itu dicabut. Ini adalah perjuangan kami mempertahankan alam dan lingkungan," ucapnya.

Ia mengatakan, pihaknya pernah meminta dialog, namun Pemda, Pemprov dan bahkan pihak pabrik tidak pernah memberikan waktu. Sehingga terkesan cuek dengan warga yang menolak.

"Waktu kemarin (Kamis 27/11/2014), Kapolres katanya mau mempertemukan kami dan pemerintah ataupun pihak pabrik, dan janji Jumat (28/11/2014) akan memberi kabar, nyatanya sampai sekarang tidak ada kabar. Semuanya ingkar janji," ujar Joko.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta semua pihak bersabar menunggu keputusan majelis hakim PTUN atas gugatan penerbitan izin lingkungan tersebut. Saat ini gugatan di PTUN terkait izin lingkungan pabrik masih dalam proses. Namun banyak pihak menyayangkan masih beroperasinya pembangunan saat gugatan itu belum juga diputuskan.

Kuasa hukum PT. Semen Indonesia Adnan Buyung Nasution juga sudah melakukan pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada pekan lalu. Adnan mengatakan pihak Semen Indonesia terus melakukan berbagai upaya pendekatan secara persuasif serta penjelasan ilmiah pada kelompok masyarakat yang masih menolak. Sehingga diharapkan pembangunan pabrik bukan memberikan dampak negatif melainkan demi kepentingan bersama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com