“Sepanjang koridor itu, ada sekitar 200 pengusaha angkutan dan sekitar 700 awak angkutan. Ini yang harus dipikirkan pemerintah,” ungkap Ketua Organda Kabupaten Semarang Hadi Mustofa di sela sosialisasi Aglomerasi Kedungsepur di Ungaran, Kamis (30/10/2014) siang.
Menurut Hadi, BRT koridor Bawen–Semarang bersinggungan langsung dengan empat trayek utama yang selama ini dilayani pengusaha dan awak angkutan di Kabupaten Semarang. Rute itu adalah Semarang–Ambarawa, Semarang–Salatiga, Ungaran– Ambarawa dan Ungaran–Salatiga.
“Ini belum termasuk rute-rute yang dilayani angkutan endel, prona atau angkutan pedesaan,” ujarnya.
Oleh karena itu, jika BRT dipaksakan operasional maka harus ada kejelasan mengenai nasib para pengusaha dan awak angkutan yang bakal terimbas.
“Kalau misalnya ada konsorsium yang melibatkan pengusaha dan awak angkutan, harus menyukupi 900 orang. Kalau tidak bisa, ya kita menolak,” tegasnya.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyatakan BRT aglomerasi Bawen–Semarang tidak akan menyingkirkan pelaku usaha angkutan yang ada di Kabupaten Semarang. Bahkan dia meyakini program itu justru akan menggairahkan moda transportasi setempat.
"BRT adalah bagian dari peningkatan pelayanan transportasi publik yang diamanatkan undang-undang. Jika kondisi sekarang dipertahankan, dimana pelayanan seadanya tapi mahal, tentu tidak ada orang yang akan naik angkutan,” kata Djoko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.