"Ini ibaratnya mau dikawin paksa atau kawin sendiri. Kita melihat ini juga politis," kata Emil di Balaikota Bandung, Jumat (26/9/2014).
Emil pun mengaku, suaranya sama dengan para kepala daerah lain yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Untuk itu, peninjauan kembali (judicial review) undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi akan segera dilakukan dalam waktu dekat.
Pengajuan judicial review tersebut bukan tanpa modal. Dia pun menantang adanya survei terhadap masyarakat Indonesia agar bisa membuktikan bahwa rakyat benar-benar menginginkan pilkada langsung.
"Karena ini ada aspek politis, kita lakukan uji aspek keadilan. Mudah-mudahan MK bisa memahami bahwa aspirasi rakyat adalah menginginkan (pilkada) langsung. Survei saja," ungkapnya.
Seharusnya, lanjut Emil, wakil rakyat mewakili suara rakyat. Jadi, kalau mayoritas suara rakyat adalah pilkada langsung, maka hal itu seharusnya diserap sebagai mimpi bersama.
"Kalau banyak kesalahan, kita perbaiki. Kan, usulan Apeksi sudah banyak. Pilkada serentak biar murah diskon 50 persen, kurangi kampanye terbuka, kurangi iklan di media," tuturnya kemudian.
Emil juga menganggap, tidak ada hubungannya jika dikatakan bahwa banyak korupsi timbul karena mekanisme pilkada langsung. Menurut dia, hal tersebut lebih kepada perilaku individual seseorang.
"Dulu juga banyak korupsi, tetapi karena KPK-nya tidak ada. Kalau sekarang kan KPK sudah kuat," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.