Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakai Topeng Merengut, Mahasiswa Tolak RUU Pilkada

Kompas.com - 15/09/2014, 11:14 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis


MALANG, KOMPAS.com
- Sebanyak 70 mahasiswa menggunakan "topeng merengut" menggelar aksi di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (15/9/2014), pukul 10.30 WIB. Aksi itu digelar sebagai bentuk kekecewan atas Rancangan Undang-Undang Pemilihan kepada daerah (RUU Pilkada).

Selain orasi, para mahasiswa juga menggelar aksi teatrikal dengan mengeliling taman Tugu Kota Malang yang berada di depan gedung Balaikota Malang, serta di tengah jalan dengan menggunakan topeng yang terbuat dari kertas warna cokelat dengan ekspresi merengut.

"Aksi topeng merengut ini sebagai bentuk kekecewaan pada pengusul RUU Pilkada," kata Valerianus Beatae Jehanu, humas aksi.

Para mahasiswa tersebut tergabung dalam koalisi mahasiswa untuk demokrasi (Komdi) Malang yang terdiri dari Forum Mahasiswa Hukum Peduli Keadilan (Formapeka) dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Malang.

Menurut Valerianus, menolak RUU Pilkada tersebut karena ada mekanisme pemilihan tidak langsung.

"Jika RUU di disahkan, jelas telah meniadakan peran rakyat dalam proses penegakan demokrasi. Selain itu, demokrasi Indonesia kini mendapatkan perhatian dunia. Mengapa harus diubah," tegasnya.

Jika memang RUU Pilkada disahkan, hal itu jelas adalah kemunduran demokrasi Indonesia.

"Karenanya kita pakai topeng sebagai ekspresi kekecewaan rakyat. Itu inti teatrikal kita. Ada 70 topeng dengan wajah merengut," katanya.

Jika DPR RI memaksa untuk mengesahkan RUU Pilkada tegas Valerianus, jelas jika wakil rakyat tersebut kejar setoran.

"Jika disahkan kejar setoran. Ada beberapa pasal, yakni pasal 2, yang kami tolak. Yakni gubernur dipilih dewan. Rakyat harus memiliki suara," tegasnya.

Selain itu, pasal 11 huruf d, yang menyatakan kepala daerah mempunyai kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan.

"Kami menolak hal itu. Karena tidak ada kriteria kecakapan dan pengalaman yang cukup dibidang pemerintahan," katanya.

"Rakyat tetap menginginkan pemilihan langsung dan wajin dipertahankan karena demokrasi Indonesia jelas sudah menjadi rujukan negara-negara di dunia," tambahnya kemudian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com