"Ayo, Dolly malam terakhir. Dolly malam terakhir," kata seorang pria paruh baya menawarkan dengan lantang dari sebuah wisma di ruas jalan tersebut, Selasa malam. "Malam terakhir Dolly, sekarang. Kalau memang besok mau ditutup, (ini) kenangan malam terakhir di Dolly."
Bila rencana Pemerintah Kota Surabaya menutup kawasan lokalisasi prostitusi ini benar-benar terjadi, pria paruh baya ini mengaku hanya bisa mengenang pernah menjadi mucikari di sini. "Saya kerja seperti ini sudah tiga tahun. Ya pasrah jika memang jadi ditutup," ujar dia.
Pada malam terakhir keberadaan kawasan lokalisasi prostitusi Dolly, tamu tak berkurang. Deretan wisma membuka lebar pintunya, dengan jajaran perempuan menawarkan layanan untuk para pria pengejar kenikmatan berbayar.
"Kami tetap menolak Dolly ditutup. Karena Dolly bagi banyak orang adalah tempat mengais rezeki wong cilik. Tak hanya tempat mencari rezeki para PSK," kata mucikari lain, yang juga lelaki, kepada Kompas.com di Gang Dolly.
Menurut lelaki ini, Gang Dolly masih menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang. "Mayoritas PKL (pedagang kaki lima) yang mangkal di sepanjang Gang Dolly ini berharap Dolly tetap buka," ujar dia memberikan contoh.
Syafi'i, penjual tahu telur yang mangkal di depan Wisma Asih, salah satu wisma di Gang Dolly, membenarkan pendapat salah satu mucikari itu. "Ya berharap (Dolly) tetap buka. Saya sudah lima tahun jualan di sini," ujar dia. Namun, teman-teman sesama pedagang Syafi'i lebih banyak yang menolak menjawab pertanyaan Kompas.com pada malam terakhir rencana "Dolly" berdiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.