“Sapi yang mati tersebut dikandangkan di padang rumput di atas bukit agak jauh dari pemukiman warga. Gejala awalnya yakni bulu pada badan sapi tiba-tiba berdiri tegak, mendengkur dan berselang tiga sampai empat jam kemudian langsung mati,” kata Thimotius, Jumat (4/4/2014).
Menurut Thimotius, bangkai sapi yang mati itu kemudian dibuang jauh ke hutan agar tidak menyebarkan virus ke sapi lainnya.
”Kemarin kita sudah laporkan ke dinas peternakan dan petugasnya sudah datang untuk vaksinasi dan menurut petugas gejala penyakit pada sapi ini diduga kuat terkena antrax,” jelasnya.
Thimotius mengaku dari 42 ekor sapi yang mati, 24 ekor adalah miliknya sehingga dirinya terpaksa memindahkan sapinya yang lain, menjauh dari lokasi tersebut.
”Empat warga yang sapinya mati mendadak yakni saya sendiri, Yohanes Bukifan, Ferdiliko Ampolo dan Agustinus Feoh,” kata Thimotius.
Sementara itu, saat dihubungi, Camat Biboki Utara, Mikhael Oenunu membenarkan hal itu. Menurutnya, untuk wilayah Kecamatan Biboki Utara, sapi yang mati mendadak hanya terjadi di satu desa saja yakni Hauteas Barat.
“Kita sudah lakukan koordinasi dengan Dinas Peternakan dan petugasnya sudah turun untuk tindaklanjuti. Kita belum tahu persis penyakit apa yang menyerang sapi, tetapi kemungkinan besar karena faktor cuaca,”kata Mikhael.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.