Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Diperalat, Warga Minta Polisi Tangkap Oknum PNS yang Jadi Provokator

Kompas.com - 10/03/2014, 07:07 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis

MALANG, KOMPAS.com — Warga yang tinggal di sekitar penambangan pasir besi di Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mendesak Polres Malang menahan seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang diketahui bertugas di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Oknum PNS tersebut bernama Kahar.

Dari cerita Slamet, mewakili warga Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Kahar diketahui melakukan pembohongan dengan mengajak warga sekitar tambang untuk melakukan unjuk rasa menolak keberadaan Koperasi Tambang Indonesia (KTI) III, yang diketahui sudah mengantongi izin penambangan.

"Kahar itu otak dari semua aksi demo yang dilakukan warga menolak keberadaan KTI III yang melakukan penambangan pasir besi itu. Katanya tidak memiliki izin operasi menambang. Tidak tahunya, sudah memiliki izin tambang," katanya kepada wartawan, Minggu (9/3/2014).

Aksi yang dimotori Kahar dan temannya, bernama Untung, tak hanya mengajak warga demo ke kantor Pemerintah Kabupaten dan DPRD Kabupaten Malang beberapa bulan lalu. Mereka juga telah mengirimkan surat pemberitahuan bahwa keberadaan KTI III ilegal.

"Surat itu dikirimkan ke Bupati Malang, DPR, dan Kapolri serta lembaga kementerian terkait di pemerintahan pusat. Karenanya, oleh pihak KTI III, Untung dan Kahar dilaporkan ke Polres Malang dengan kasus pencemaran nama baik karena telah menuduh pihak KTI III tidak mengantongi izin tambang pasir besi di daerah Malang selatan," katanya.

Dari kasus itu, saat ini hanya Untung yang ditetapkan jadi tersangka dan dilakukan penahanan. "Namun, untuk pelaku otak dari pembohongan itu, hingga kini masih berkeliaran. Sudah diamankan sama polisi, tapi polisi melepasnya," kata Slamet.

Kahar mengajak warga tolak KTI III itu, ujar Slamet, untuk kepentingan dirinya dan pihak tertentu yang juga ingin menguasai tambang pasir besi di wilayah Malang selatan. "Warga merasa dibohongi dan diperalat oleh Kahar dan Untung. Karenanya, warga mendesak polisi segera menahan Kahar. Tidak hanya Untung yang ditahan," kata Slamet.

Warga di sekitar tambang pasir, katanya, kini sudah merasa damai dan nyaman. "Warga jangan dibohongi dan diprovokasi. Nama warga jangan dijual demi kepentingan dan keuntungan kelompok dan pribadinya. Biar tidak meresahkan warga, Kahar harus ditangkap dan ditahan," imbuh Slamet.

Slamet menambahkan, warga meminta Pemerintah Kabupaten Malang bertindak tegas jika ada PNS yang melakukan provokasi dan berkongkalikong dalam penambangan pasir besi. "Bupati harus tegas memberi sanksi kepada Kahar yang statusnya PNS karena hal itu sudah melanggar kode etik PNS," ujar dia bersama lima perwakilan warga.

Kapolres Malang AKBP Ady Deriyan Jayamarta saat dikonfirmasi Kompas.com soal kasus tersebut menegaskan, Kahar dibebaskan setelah menjalani pemeriksaan pada Kamis (6/3/2014) karena statusnya masih saksi. "Kahar itu, statusnya adalah sebagai saksi. Dari hasil keterangan tersangka Untung, Kahar adalah orang yang berperan dan yang mengetahui setiap hal kejadian yang dilakukan oleh tersangka Untung," katanya, Minggu (9/3/2014).

Setelah mendapatkan keterangan dari Kahar, tambah Ady, polisi masih melakukan penyidikan dari hasil keterangan Kahar. "Kita masih melakukan penyidikan dari keterangan Kahar," kata mantan penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi ini. Soal penetapan Kahar sebagai tersangka, Ady berkelit dengan meminta warga menunggu hasil pemeriksaan yang masih berlangsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com