Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dramatik Landung Simatupang, "Sang Pangeran di Karesidenan"

Kompas.com - 26/11/2013, 09:57 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis


MAGELANG, KOMPAS.com - Belum banyak seninam yang mengangkat cerita heroik pahlawan nasional Pangeran Diponegoro dalam sebuah pertunjukan teater. Namun oleh seniman teater Landung Simatupang, kisah itu pentaskan dengan apik dalam sebuah Pembacaan Dramatik berjudul ”Sang Pangeran di Keresidenan”, akhir pekan lalu.

Landung sengaja mengambil lokasi pementasan di Bakorwil II Kedu Surakata, di Jalan Diponegoro Nomor 1 Kota Magelang. Sebab tempat itu menjadi saksi bisu ketika Pangeran Diponegoro ditangkap secara licik oleh Belanda yang dipimpin Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock.

Disinilah aktor film Laskar Pelangi itu membaca dramatik setiap jengkal kisah Diponegoro. Bukan hanya membaca seluruh teks, namun Landung pun menyusun ulang teks sendiri dalam satu pemaknaan dan dalam konteks seni pertunjukan.

Dalam karya inilah diambil sisi paling kritis, sedangkan dalam panggung dihadirkan sosok seorang Pangeran Diponegoro yang diperankan sejumlah pelakon dari Teater Gadjah Mada.

Cerita semakin heroik karena didukung tata panggung dan musik tradisional. Dalam pembacaan dramatik itu, Landung menggunakan sejumlah sumber. Di antaranya dari buku Kuasa Ramalan karya Peter Carey dan Babad Diponegoro (1831-1832).

Lewat dua referensi itu, Landung mencoba menguak informasi kunci tentang peristiwa kepahlawanan paling besar di Jawa yang dilakoni Pangeran Diponegoro. Tidak hanya pada sisi heroik Diponegoro, namun juga digambarkan sisi individu Diponegoro yang sangat religius serta sisi di mana dia juga begitu dekat dengan  hal-hal supranatural.

Seperti yang ditulisnya, dalam Babad Diponegoro, ia pernah bertemu dengan Ratu Adil di Gua Selarong, di Bantul Yogyakarta. Pembacaan drama “Sang Pangeran di Keresidenan” ini, dihadirkan pada empat situs sejarah yang menjadi saksi peristiwa-peristiwa penting kehidupan Pangeran Diponegoro.

Empat situs tersebut pertama Gedung Residen Letnan Jenderal Markus de Kock, tempat silaturahmi yang berubah jadi tempat penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda.

”Pangeran merasa dirinya lebih muda dibanding Jenderal de Kock. Maka dari itu, ia sempatkan untuk berkunjung ke Keresidenan Magelang untuk bertemu dengan Jenderal itu. Saat itu pula bertepatan dengan bulan Syawal, di mana masyarakat Jawa memiliki tradisi saling berkunjung pada bulan itu,” ujar Landung.

Dikatakan Landung, Diponegoro yang memiliki sosok religius sekaligus mendapat pencerahan supranatural sebenarnya dapat memahami gelagat orang lain hanya dengan melihat wajahnya.

Namun kala itu, Diponegoro benar-benar tidak menyangka, Markus de Kock yang sudah dianggapnya sebagai sahabat justru menghianati niatan baiknya. ”Sang Pangeran ditangkap secara licik dan curang di ruang baca Jenderal de Kock. Dan selanjutnya, dia dikirim dengan Kereta de Kock ke Ungaran. Setelah itu, ia lantas di bawah ke Keresidenan Semarang dan dengan kapal dibawa ke Batavia (Jakarta),” lanjut Simatupang.

Di akhir cerita, para penonton dipersilakan masuk ke Museum Diponegoro yang masih satu komplek dengan Gedung Bakorwil. Para pengunjung pun diberi penjelasan, soal benda-benda bersejarah yang masih terjaga tersebut. Di antaranya, tempat duduk Sang Pangeran, bale-bale (tempat shalat), jubah, dan juga ringkasan cerita perjalanan hidup Diponegoro.

Landung berpesan kepada generasi muda sekarang, bahwa Diponegoro adalah tokoh nasional yang memiliki jiwa besar, militan, pantang menyerah membela kebenaran dan semua karakter itu patut diteladani.

Rencananya, tak hanya di Gedung Bakorwil saja pementasan ini bakal dihelat. Tapi juga mengambil latar tiga tempat lagi di antaranya, Bangunan Dalem Tegalrejo Jogjakarta, tempat saat Pangeran Diponegoro menyaksikan sendiri Belanda memasang tonggak-tonggak jalur kereta api Belanda di tanah miliknya.

Lalu, Gedung Stadhuis (Gedung Balaikota) milik Belanda di Jakarta (sekarang Museum Fatahilah Jakarta), tempat Pangeran Diponegoro ditawan Belanda sebelum ia diasingkan ke Manado. Dan terakhir di Benteng Rotterdam Makassar, penjara tempat pengasingan Pangeran Diponegoro dan kerabatnya hingga akhirnya ia meninggal. 

Turut menyaksikan pementasan itu, selain masyarakat umum, terlihat para seniman lokal Magelang dan Yogyakarta. Ada pula, Roni Sodewo, keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro beserta keluarga.

Pada kesempatan itu, Roni mengungkapkan apresiasinya kepada semua pihak yang sudah peduli mementaskan situasi sejarah, terutama terhadap kegigihan Pangeran Diponegoro. ”Kami sangat berterimakasih, dengan pementasan ini masyarakat lebih mengenal sosok Diponegoro yang sebenar-benarnya," kata Roni, yang tinggal di Wates Kulonprogo Yogyakarta itu.

Roni berujar, saat ini amat jarang sejarah Diponegoro diketahui siswa sekolah dasar. Oleh karenanya, dirinya berharap pementasan seperti ini dapat dilukiskan dan semakin gencar dilakukan, agar tidak pernah terlupakan dari benak masyarakat.

Tidak hanya sosok Diponegoro, kata dia, namun juga pahlawan lainnya. Roni menuturkan, sejauh ini pihak keluarga berupaya melestarikan cerita Diponegoro dengan keturunan-keturunannya. Setiap bulan bahkan ada kumpulan keluarga Diponegoro dari seluruh dunia.

”Keluarga saling bercerita turun temurun. Ternyata tidak jauh beda dengan babadan tanah Jawa. Ini agar kami para keturunannya tidak melupakan leluhurnya," ucap lelaki yang juga PNS di Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Arsip Daerah, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com