Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tebalkan Tulisan "Jogja Ora Didol", Arif Divonis 7 Hari

Kompas.com - 10/10/2013, 20:38 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta memutuskan Muhammad Arif Buwono (17) bersalah telah melanggar Perda Pengelolaan Kebersihan dalam sidang kasus aksi coret tembok yang digelar Kamis (10/10/2013). Proses sidang perkara ringan ini disaksikan puluhan orang yang kebanyakan ialah pelaku seni mural Yogyakarta.

Hakim tunggal Susanto Isnu Wahyudi dalam persidangan menyatakan bahwa terdakwa telah menyalahi Pasal 1 Ayat 1 angka 2 Perda Kota Yogyakarta nomor 7/2006 tentang perubahan ketentuan pidana jo Pasal 16 huruf e Perda nomor 18/2002. Terdakwa divonis hukuman 7 hari kurungan dengan masa percobaan 14 hari. Artinya, terdakwa tidak perlu menjalani hukuman tersebut kecuali jika dalam waktu dua minggu setelah putusan ia kembali melakukan kesalahan sama.

"Kalau diulangi lagi akan langsung masuk penjara, sekaligus diproses untuk perkara yang baru," tegas Hakim Susanto Isnu Wahyudi, Kamis (10/10/2013).

Kasus tipiring yang menyeret Arif berawal saat terdakwa berusaha menebalkan tulisan "Jogja Ora Didol" di tembok rumah warga di kawasan pojok beteng Jalan Brigjen Katamso, Yogya, pada Senin (7/10/2013) dini hari lalu.

"Tulisan itu sudah ada, namun sudah tidak begitu jelas, sewaktu saya lewat lalu saya tebalkan dengan cat semprot," tuturnya.

Ia mengungkapkan saat itu memang spontan muncul keinginan menebalkan gambar yang sudah ada. Saat dirinya menebalkan, empat rekanya hanya menunggu di bawah tangga. "Ya, spontan saja ingin menebalkan," kata remaja 17 tahun warga Depokan, Kotagede.

Ketika tengah asyik mencoret tembok, seorang petugas Satpol PP Kota Yogya melihat aksinya dan langsung memerintahkannya untuk turun. Lima remaja itu kemudian dibawa ke kantor Satpol PP. Dari kelimanya, hanya Arif yang diproses hukum, sedangkan keempat rekannya hanya diminta membuat surat pernyataan karena masih di bawah umur.

Seusai membacakan putusan, hakim Susanto meminta agar kasus ini jadi pelajaran. Ia menyarankan, jika ingin mengungkapkan apresiasi sebaiknya dituangkan dalam spanduk khusus untuk mural. "Boleh-boleh saja menyampaikan apresiasi kerena ini negara demokrasi. Tapi caranya yang benar, jangan merugikan orang lain," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com