Dakwaan untuk keduanya dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Kamis (30/4/2015). Jaksa menyatakan, keduanya telah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa bersama dengan terdakwa Ikmal Jaya bersama-sama menguntungkan terdakwa lain dengan kewenangannya dalam perkara tukar-menukar tanah," kata jaksa.
Dalam uraian dakwaannya, sebelum tukar guling itu terjadi, para pihak telah sepakat untuk saling menukar tanah. Pihak Pemkot menyediakan lahan di Kelurahan Keturen, Kraton, dan Pekauman dengan luas 59.133 meter persegi. Sementara itu, pihak kedua menyediakan lahan di areal Bokongsemar seluas 142.056 meter persegi.
Pemkot membutuhkan tanah Bokongsemar untuk dijadikan (TPA). Di satu sisi, pihak ketiga itu mempunyai tanah dan bersedia menukarkan lahannya. Terdakwa dan wali kota menandatangani akta perjanjian untuk pendirian TPA.
Akibat perjanjian itu, dibuatlah berita serah acara terima antara Pemkot Tegal dan terdakwa dengan menyerahkan tanahnya masing-masing. Namun, tanah milik swasta itu ternyata bermasalah.
"Tanah di Bokongsemar itu milik warga yang belum selesai proses penyelesaiannya, tetapi oleh terdakwa Syaeful diklaim telah selesai hingga dijadikan bahan untuk tukar guling," kata jaksa.
Jaksa juga menemukan fakta bahwa tanah yang berada di Bokongsemar bukan milik CV Tri Daya Pratama. CV tersebut belum mempunyai sertifikat hak milik di tanah yang dijadikan tukar guling.
Pihak CV justru melakukan surat perintah kerja (SPK) untuk menaksir tanah sehingga hal itu bertentangan dengan aturan yang berlaku. Taksiran yang dilakukan oleh terdakwa Syaeful tidak sesuai dengan harga pasar. Dicontohkannya, taksiran tanah di Bokongsemar dihargai Rp 110.000, padahal harga pasar di tempat tersebut berkisar Rp 300.000.
"Sementara lahan di Kauman ditaksir harga per meter Rp 350.000. Tapi, harga pasar 1 juta," ujar jaksa.
Atas dasar itulah, jaksa menduga negara telah dirugikan sebesar Rp 35 miliar dari hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Namun, Ikmal hanya dinilai menguntungkan pihak CV sebesar 23,4 miliar lantaran dihitung dari total nilai tanah yang dibedakan.
"Dari jumlah total Rp 35 miliar kerugian negara, sisanya 11 miliar ditimbulkan dari ulah CV," ujarnya.
Atas tuduhan tersebut, Ikmal menyatakan keberatan. Kepada kuasa hukumnya, ia akan mengajukan eksepsi pada sidang hari Selasa, 5 Mei 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.