Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asyani Teriakkan Ketidakadilan

Kompas.com - 24/04/2015, 17:20 WIB

KOMPAS - Suara Asyani bergetar. Harga dirinya terluka. Perempuan berumur 63 tahun, yang memenuhi nafkah hanya dengan melayani permintaan pijat di kampungnya, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, itu berteriak keras di ruangan sidang Pengadilan Negeri Situbondo, Kamis (23/4).

Hakim tidak percaya kepada saya. Pak Hakim, saya tidak pernah ngecok (bahasa Madura, artinya menipu atau berbohong)," teriak Asyani.

Asyani juga menantang majelis hakim untuk menemukan kebenaran dalam kasus pembalakan kayu jati itu secara kultural dengan bersumpah pocong bersamanya. Dia merasa hakim tak adil.

Putusan ini memang terasa kontras, misalnya, dengan putusan majelis hakim Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon yang memutuskan kapal Hai Fa harus dikembalikan kepada pemiliknya. Kapal berbendera Panama berbobot 4.603 gros ton ini merupakan kapal asing terbesar yang pernah ditangkap Pemerintah Indonesia karena melakukan penangkapan ikan ilegal. Nakhoda kapal, Zhu Nian Le, juga hanya diganjar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Asyani tak bisa menerima saat majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo, yang dipimpin I Kadek Dedi Arcana, meninggalkan ruangan sidang. Ia melanjutkan teriakan pilunya.

Nenek Asyani, yang diseret ke pengadilan dalam kasus pembalakan 7 batang kayu, dijatuhi vonis hukuman satu tahun penjara serta denda lima ratus juta rupiah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur.

Majelis hakim dalam putusannya menghukum Asyani selama 1 tahun penjara dengan masa percobaan 15 bulan. Putusan itu baginya menjadi bukti hukum yang seperti golok, tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Tiga hakim meninggalkan ruang sidang tanpa menanggapi teriakan Asyani.

Untuk daerah kecil seperti Situbondo, yang sehari-hari tenang, teriakan Asyani dinilai amat berani. Selama 15 kali sidang, didahului penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Situbondo selama 100 hari, Asyani tak henti-hentinya menyuarakan protes. Ia tegas menyatakan tidak mencuri kayu gelondongan berdiameter 18 sentimeter milik Perhutani Bondowoso di petak 3F yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari tempat tinggalnya, sebagaimana dituduhkan jaksa kepadanya.

Selain dihukum percobaan, yang artinya Asyani tak perlu dipenjara, majelis hakim juga memidananya membayar denda Rp 500 juta. Jumlah uang yang mungkin belum pernah dilihat Asyani. Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Ida Hariyani, yang meminta Asyani dihukum 1 tahun penjara dengan masa percobaan 18 bulan.

Bukan balas dendam

Majelis hakim menilai, dakwaan mencuri kayu jati milik Perhutani, lalu dibawa ke rumah Asyani, adalah benar. Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melanggar Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Hukuman yang dijatuhkan kepada Asyani, ujar majelis hakim dalam amar putusannya, bukan karena balas dendam, melainkan hukum moral. Barang bukti berupa kayu jati dalam bentuk sirap sebanyak 38 lembar dengan berbagai ukuran dirampas untuk negara.

Supriyono, penasihat hukum Asyani, langsung menyatakan banding.

Ada satu fakta yang tidak dijadikan pertimbangan dalam putusan majelis hakim, lanjut Supriyono dari Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Situbondo, yakni tak dilaksanakannya pemeriksaan forensik pada barang bukti yang semestinya dilakukan polisi dan jaksa. Putusan majelis hakim dinilai hanya berdasarkan pernyataan petugas Perhutani, yang tak pernah melihat dan mendengar Asyani menggergaji atau mengangkut kayu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com