Dalam aksinya puluhan warga yang berusia lanjut ini duduk di sebuah pos kamling sambil membawa kertas berukuran 50 X 50 cm yang bertuliskan "BLSM Kurang Tepat Sasaran". Salah seroang pengunjuk rasa yang tak kebagian BLSM, Panggih (65) menyanyikan tembang Jawa sebagai bentuk keprihatinan. Panggih adalah salah satu satu warga yang buta sejak lahir dan tidak mendapatkan BLSM.
"Sejak lahir, dia (Panggih) sudah mengalami kebutaan. Setelah ditinggal orangtuanya dia hidup sendirian," ujar Mujiran (65), salah satu warga Canden, Kecamatan Jetis, Bantul.
Ia mengungkapkan, untuk menopang hidupnya sehari-hari, Panggih hanya mengandalkan belas kasihan keluarga dan tetangganya.
"Orang buta dan tidak punya apa-apa kok tidak dapat jatah BLSM," tandasnya.
Ia berharap ada kebijaksanaan dari pemerintah untuk memperjuangkan nasibnya dan beberapa warga yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Sementara itu, Kepala Dusun Gadungan Kepuh Budiono menilai, ketidaktepatan pembagian BLSM terlihat dari data penerima. Ada warga pensiunan yang mendapatkan BLSM, sementara 15 warga lansia dan janda yang benar-benar kekurangan tidak mendapatkannya.
"Ini yang menimbulkan kecemburuan sosial," paparnya.
Ia berharap ke depan ketika pemerintah membuat program bantuan untuk warga miskin bisa melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat, sehingga data bisa lebih akurat dan tepat sasaran.
Mengatasi masalah ini ia mengaku ada wacana dari kepala desa untuk mengalihkan data penerima BLSM. Namun sampai saat ini belum mengetahui teknisnya seperti apa. Pihaknya tidak berani mengubah data yang ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.