Daerah kekuasaan lainnya, yaitu Perbatinan Merbau, Perbatinan Rangsang, Kepenghuluan Siak Kecil, Kepenghuluan Rempah, Kepenghuluan Siak Besar, dan Kepenghuluan Betung.
Pada saat berdirinya Kerajaan Siak, Bengkalis dan Bukit Batu menjadi pos terdepan untuk pertahanan yang dipimpin oleh Datuk Laksmana Raja Di Laut.
Datuk Laksmana Raja Di Laut membangun armada yang kuat dan membuat kapal-kapal perang yang dilengkapi dengan senjata yang didatangkan dari negara-negara Islam.
Perkembangan selanjutnya, Bengkalis menjadi ibukota keresidenan Sumatera Timur saat berada di bawah kekuasaan Belanda.
Wilayah Sumatera Timur tersebut cukup luas meliputi Tanjungpura yang berbatasan dengan Aceh, Deli (Medan), langkat, Lubuk Pakam, Serdang, maupun Bedagai.
Wilayah lainnya yaitu Siantar (Simalungun), Pagurawan, Batubara, Tanjung Balai, Asahan, Rantauprapat, Kota Pinang, Kualu, Panai, Bagansiapi-api, Pekanbaru, Siak, dan Selatppanjang.
Pada masa tersebut, Bengkalis yang semula merupakan bandar dagang di muara Sungai Bengkalis dipindahkan ke Kota Bengkalis saat ini.
Di masa kota residen tersebut, kapal-kapal besar lintas samudera singgah di pelabuhan Bengkalis.
Pada tahun sekitar 1840-an, kapal-kapal dari Lhokseumawe (Aceh), Deli, Pedir, Singapura, Muntok (Bangka), maupun Batavia singgah di Bengkalis.
Bengkalis saat itu menjadi Ibukota Residen Sumatera Timur yang sangat penting.
Sekitar tahun 1880-an, Ibukta Residen Sumatera Timur pindah ke Labuhan Deli (kota berjarak sekitar 10 km dari Medan, di Sungai Deli).
Belanda kemudian memindahkan ibukota keresidenan ke Medan. Setelah perpindahan tersebut, Bengkalis dijadikan ibukota Afdeling Bengkalis hingga akhir kekuasaan Belanda di Indonesia.
Meskipun tidak menjadi ibukota residen Sumatera Timur, Bengkalis tetap ramai sebagai pelabuhan tempat persinggahan kapal-kapal besar.
Sebagai pelabuhan besar, Bengkalis disinggahi oleh banyak pendatang, seperti Cina dan Suku Jawa. Karena transportasi saat itu sangat mudah maka beragam suku datang ke Bengkalis.