Lalu, dugaan pemalsuan sertifikasi laboratorium test produk geomembran di wilayah kerja Blok Rokan.
Dalam kasus itu, diduga kontraktor memalsukan sertifikasi yang diterbitkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Hinca menemui langsung Kepala Kejati Riau, Akmal Abbas untuk melaporkan dugaan korupsi di perusahaan "pelat merah" tersebut.
"Tadi saya diterima langsung sama Kajati, Pak Abbas. Ini sebenarnya rangkaian pengawasan saya di Riau, khususnya PHR, ini sudah sejak jamannya Pak Supardi (mantan Kajati Riau)," ujar Hinca.
Dia menyebut, kedatangannya ke Kejati Riau setelah Komisi III menggelar rapat bersama Kejaksaan Agung.
Dalam rapat itu, ia mempersoalkan pengawasan yang dilakukan kejaksaan terhadap PT PHR.
"Menurut saya sangat parah ya, Terutama di pengadaan-pengadaan. Ini kan kalau di Pertamina holding-nya besar sekali, ya saya banyak menerima pengaduan. Bahkan sempat pernah ada yang jatuh," kata Hinca.
Dia mengaku, banyak menerima pengaduan. Kemudian disampaikan ke Kejati Riau agar diperiksakan dan tindaklanjuti laporannya.
Hinca pun meminta Kejati Riau supaya tidak berlama-lama mengusut dugaan korupsi tersebut.
"Saya minta Kejati jangan lama-lama. Segera tindaklanjuti, karena data dan dokumen yang saya beri cukup valid," imbuh Hinca.
"Perkara geomembran yang menurut saya ini pemalsuannya luar biasa. Ternyata itu surat-surat BRIN dipalsukan dan PHR percaya saja bayarin itu," kata Hinca.
"Jadi kalau kontrak panjang sudah ditemukan, harusnya disetop supaya kerugian tidak semakin besar," tambah dia.
Dalam laporannya, Hinca menyebutkan empat nama. Dua di antaranya, Edi Susanto dan Irfan Zanuri, sedangkan dua nama lagi telah dilaporkan ke Korps Adhiyaksa.
"Kasus-kasus di Pertamina ini harus dibongkar, besar-besar ini," tegas Hinca.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.