Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudah Alami Pendarahan Spontan di Mulut, Penderita Hemofilia Diminta Kurangi Makanan Manis dan Lengket

Kompas.com - 27/05/2024, 11:08 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Anak penyintas Hemofilia mudah mengalami pendarahan spontan di bagian lutut, pergelangan kaki, mulut dan gusi, hingga bagian dalam kepala.

Spesialis Kedokteran Gigi Anak, Dokter Diah Ajeng Purbaningrum mendorong agar orang tua penyintas Hemofilia memperhatikan kesehatan mulut dan gigi untuk mencegah pendarahan spontan di rongga gigi.

"Dari gigi dan mulut itu sudah berpotensi sekali untuk terjadinya pendarahan spontan, terutama pada anak-anak dengan hemofilia. (Anak dengan hemofilia) tidak terpicu apa-apa (sangat mungkin) terus tiba-tiba keluar darah," kata Diah dikonfirmasi Kompas.com, Senin (27/5/2024).

Baca juga: Hari Hemofilia Sedunia, Fahira Idris Gencarkan Lagi Donasi Darah di 44 Kecamatan di Jakarta

Menurutnya pendarahan spontan juga mudah terjadi bila anak tersebut pernah terbentur atau tergigit di bagian mulut dan gusinya.

Orangtua pasien hemofilia yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) juga kerap mengkhawatirkan anaknya yang berisiko pendarahan saat tersodok sikat gigi.

Belum lagi gigi berlubang dan karang gigi juga menyebabkan risiko pendarahan yang sama.

Untuk menghindari hal itu, dokter mengimbau agar orangtua lebih selektif memberikan makanan pada anak dan rutin melakukan kontrol gigi ke dokter paling tidak 6 bulan sekali.

"Pertama pasti mengurangi makanan yang manis dan lengket untuk mencegah terjadinya karies gigi atau gigi berlubang. Kemudian rajin kontrol ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali. Terus makan buah sayur untuk membantu self cleansing di rongga mulut. Terus rajin kumur dengan air setelah makan," imbaunya.

Kendati belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini secara tuntas, pendarahan spontan dapat dicegah dengan upaya tersebut.

Di samping itu, Dokter Anak Bagian Hematologi dan Onkologi, Dokter Ariawan juga mendorong terapi profilaksis sebagai upaya pencegahan pendarahan spontan.

Apalagi saat ini pihaknya memprediksi masih ada puluhan ribu anak di Indonesia menderita penyakit genetik atau turunan Hemofilia. Namun hanya sekitar 3.000 anak atau 10 persen dari angka total yang telah terdiagnosis secar medis.

"Tiga ribuan itu menurut data yang tercatat sampai sekarang memang baru hanya sekitar 10 persennya. Jadi kalo jumlah aslinya masih lebih banyak dari itu yang belum terdiagnosis, karena kendala kita diagnosis itu masih sulit. Pemeriksaan untuk menentukan diagnosis banyaknya di kota besar," ungkap Ariawan.

Bila dibiarkan atau salah penanganan, maka anak berisiko mengalami kerusakan sendi dan dampak lainnya.

Baca juga: Apa itu Hemofilia?

"Selama ini di luar negeri, di negara maju juga melakukan terapi profilaksis, dan kalau anak hemofili bisa dilakukan profilaksis itu mereka bisa tumbuh hampir sama dengan yang tidak mengalami hemophilia," jelasnya.

Untuk itu pihaknya terus mendorong agar terapi profilaksis bagi anak-anak penyintas hemofilia itu dapat dicover oleh pembiayaan BPJS. Sehingga anak-anak tersebut dapat bertumbuh selayaknya anak sehat lainnya.

"Dengan adanya pedoman nasional pelayanan kesehatan (PNPK) hemofili yang sudah dikeluarkan dan disetujui oleh Kementerian Kesehatan, dan baru-baru ini itu sudah ada perubahan dari restriksi formularium nasional, harapannya kita bisa melakukan profilaksis itu," tuturnya.

Direktur Utama RS Kariadi drg. Farichah menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit, khususnya bagi pasien hemofilia. Sehingga mereka dapat bertumbuh sebagaimana anak sehat lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com