Dihubungi terpisah, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Anang Ristanto, menegaskan bahwa Ferienjob “tidak pernah menjadi bagian” dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.
“Kemendikbudristek mendukung penuh upaya penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polri dan mengimbau agar kampus yang mahasiswanya terlibat program ferienjob agar selalu melindungi mahasiswa dari tekanan dan jeratan utang akibat program tersebut,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: 93 Mahasiswa Korban Magang Ferienjob di Jerman, UNJ Ambil Langkah Hukum
Lebih lanjut, Anang menjelaskan bahwa sejak bulan Oktober 2023, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) sudah mengambil langka dengan mengeluarkan surat edaran No. 1032/E.E2/DT.00.05/2023 kepada seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, untuk menghentikan keikutsertaan pada program tersebut.
Hal ini dikarenakan banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa.
“Kami mengajak perguruan tinggi untuk berhati-hati dalam merancang program MBKM mandiri dan agar selalu memastikan kesesuaian program dengan Buku Panduan MBKM 2020,” tandasnya.
Siti Badriyah, aktivis Migrant Care, menyebut apa yang terjadi di Jerman kemarin adalah "pola yang lama".
“Itu kasus polanya sudah lama, ya. Kalau dulu-dulu itu kan ke Jepang. Kemudian setelah itu Taiwan,” ujar Siti kepada BBC News Indonesia.
“Iming-iming magang yang bisa dikonversi dengan sejumlah SKS. Menggiurkan memang, magang dapat duit tapi dihitung kuliah. Memang TPPO itu iming-imingnya menggiurkan.”
Pada 2017 silam Migrant Care menangani kasus TPPO serupa di Kendal, ketika siswa-siswa sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) direkrut untuk bekerja di sebuah perusahaan Malaysia.
“Putusan hakim membebaskan pelaku karena katanya kasus pelaku perusahaan Malaysia,” ujarnya.
Baca juga: 1.047 Mahasiswa Korban Magang di Jerman Tak Tercatat di BP2MI
Siti pun mendorong para mahasiswa dan juga keluarga mereka untuk benar-benar mengecek kebenaran informasi dengan teliti dan menyelidiki dalam-dalam apabila ada program magang di luar negeri.
Terpisah, kriminolog Universitas Indonesia Ade Erlangga Masdiana yang juga pernah menjadi kepala biro humas Kemdikbud, meminta para mahasiswa untuk “harus kritis atas tawaran-tawaran magang dan praktek lapangan di luar negeri”.
“Seperti lembaga apa yang mengirim? Lembaga pengirim tersebut kredibel atau tidak?” ujarnya.
Kembali ke Nita dan Ambar.
Ambar sendiri mengapresiasi pengalamannya bisa mendapat uang dari hasil keringat sendiri, jalan-jalan, dan mendapat teman baru.
Meski begitu, tetap saja secara keseluruhan Ambar merasa dirugikan. Dia menyebut gaji yang didapatkannya ternyata tidak transparan dan harga sewa apartemen yang dibayarnya kala itu ternyata nyaris dua kali lipat harga normal.
“Itu pun dipakai ramai-ramai,” ujarnya.
Baca juga: 33 Kampus Kirim Mahasiswa Magang ke Jerman Tak Izin dengan Kementerian
Selain itu, Ambar merasa dirugikan karena tiba-tiba dipaksa bekerja kasar dan tidak sesuai dengan jurusannya.
Sementara Nita berharap tidak akan ada lagi korban-korban dari kegiatan yang diakuinya sebenarnya bagus.
“Saya akui program FJ itu bagus kegiatannya, cuma pihak penyelenggara saja yang tidak bertanggungjawab dan terlalu memanfaatkan mahasiswa dengan iming-iming magang dan jalan-jalan keluar negeri,” tutur Nita.
Nita pun menyarankan mereka yang berkuliah hanya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Kemendikbud Ristek seperti MBKM.
“Harus sering cari info-info yang valid jika ingin mengikuti kegiatan seperti ini,” tutur Ambar.
Nama dua mahasiswa yang diwawancarai dalam liputan ini disamarkan demi alasan keamanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.