Ketika itu ada marbut paling senior berusia 70 tahun dan sedang sakit. Said menggantikan marbut senior tersebut untuk melayani jemaah.
Said mengatakan di masjid tersebut, total empat marbut. Dia bertugas membersihkan masjid dan mengatur letak kotak amal.
Said juga bertugas membersihkan toilet, tempat wudhu, serta menjaga masjid saat malam hari.
Said mengakui saat bulan ramadhan aktivitasnya sebagai marbut sama seperti hari biasa. Namun, ia akan lebih sibuk untuk membersihkan masjid saat hari Jumat.
“Jemaah di hari Jumat lebih banyak dari hari biasa, jadi lebih ekstra untuk bersih-bersih saja,” ucapnya.
Baca juga: Jadi Marbut Diupah Rp 500 Ribu, Sophia Ikhlas demi Dekat dengan Tuhan
Sebagai marbut, ia mendapatkan upah Rp 1 juta per bulan dari kas masjid.
Selain itu, Said juga mendapatkan insentif dari program bupati dan wakil bupati Sumbawa sebesar Rp 250.000 per bulan. Namun, pencairannya setiap tiga bulan sekali.
Uang itu digunakan untuk kebutuhan hidup istri dan satu anaknya.
“Alhamdulillah dari insentif itu selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan,” sebutnya.
Ia mengakui sang istri sempat ingin berjualan es buah lagi setelah pandemi Covid 19 berakhir.
Namun ia mengatakan bahwa rezeki yang sudah ada saat ini sudah cukup untuk membiayai kehidupan mereka.
Baca juga: Cerita Waskim Ingin Habiskan Sisa Hidup Jadi Marbut Masjid Raya Attaqwa Cirebon
“Kalau jualan pemasukan bertambah, dan pengeluaran juga bertambah. Jadi saya ajak istri bersyukur saja dengan rezeki ini. Semua tergantung dari syukur. Jika kita merasa cukup, maka Allah pasti cukupi rezeki yang halal dan berkah,” jelasnya.
Said juga memiliki pekerjaan tambahan sebagai sopir pribadi bagi jemaah yang meminta diantar ke luar kota atau ke acara tertentu.
Dari upah menjadi sopir serabutan tersebut, ia bisa menambah penghasilan.