Kerugian banjir bandang di Semarang tahun 1990 mencapai Rp 8,5 miliar. Sementara pada tahun 1993, kerugian akibat banjir sekitar Rp 1,6 miliar.
Ketebalan lumpur saat banjir tahun 1990 mencapai 2 hingga 3 meter dengan tinggi air mencapai 3 meter. Sementara tahun 1993, ketebalan lumpur hanya 1 meter dengan ketinggian air mencapai 1,5 meter.
Baca juga: Banjir, RSI Sultan Agung Semarang Tutup Layanan Poliklinik dan Pasien Pulang Dievakuasi Mobil Brimob
Untuk rumah yang rusak pada banjir 1990 sebanyak 782 unit dengan korban jiwa 47 orang. Sementara saat banjir tahun 1993, ada 242 rumah rusak dan korban jiwa sebanyak 13 orang.
Dalam jurnal tersebut dijelaskan banjir pada Jumat, 26 Januari 1990 dini hari itu terjadi karena luapan air Sungan Kaligarang yang datang dari arah Gunungpati dan Ungaran.
Aliran air deras itu mengalir ke daerah yang lebih rendah seperti kompleks Sampangan, Semarang Selatan dan Bongsari, Semarang Barat.
Saksi mata Sumiyati menyatakan ada korban hilang di wilayah daerah Mayangsari dan Pabrik seng di Kedungbatu.
Banjir pada tahun 1990 mengingatkan pada banjir di Semarang pada tahun 1980. Hanya saja korban banjir tahun 1990 lebih banyak karena kepadatan penduduk juga lebih tinggi.
Baca juga: Banjir di Kota Lama Semarang Surut, Pengunjung Mulai Berdatangan
Sementara dalam jurnal Kajian Banjir Rob di Kota Semarang (Kasus: Dadapsari) yang ditulis Lilik Kurniawan disebutkan banjir terutama rob mengancam sekitar 1.346 hektare kawasan di Semarang.
Banjir akan terjadi di saat gaya tarik bulan berada di puncak kekuatannya. Lilik juga menuliskan ada beberapa yang menyebabkan parahnya banjir rob di Kota Semarang.
Yang pertama adalah topografi yang tidak seragam dan membuat kawasan tanah yang jenuh di kawasan pesisir memiliki kemiringan relatif dasar.
Topografi tidak seragan membuat tempat memiliki ketinggian lebih rendah dari pasang maksimum.
Batas antara tempat tersebut dengan laut memungkinkan terjadinya interusi air laut. Penyebab kedua adalah penurunan tanah.
Baca juga: 956 Penumpang KAI Batalkan Tiket Keberangkatan, Dampak Banjir Semarang
Lilik juga menyebut dari faktor penurunan tanah ada dua teori yang mendukung. Salah satunya adalah groundwater pumping.
Dengan melimpahnya air tawar dalam patahan geologi di perut bumi Kota Semarang, menjadi pendorong industri di kawasan pesisir mengambil air tanah secara terus menerus hingga terjadi penurunan tanah.
Teori selanjutnya adalah beban di atas muka tanah akibat perkembangan kota membuat bagian utara Kota Smearang mempunyai topografi relatif datar dan terus pesat seiring dengan perkembangan kota.
Hal tersebut juga memicu penurunan tanah.
Baca juga: 6 Kecamatan di Semarang Terendam Banjir, 158.137 Jiwa Terdampak, 630 Mengungsi
Hal lain menyebabkan parahnya banjir rob di Kota Semarang adalah bertambahnya tinggi permukaan laut akibat pemasana global.
Disebutkan dalam penelitian Puslitbang Permukiman dan Prasarana Wilah, sejak tahun 2002, permukaan air lait di kawasan pesisir Semarang mengalami kenaikan hingga 5 mm setiap tahun.
Penyebab parahnya banjir juga dipicu dengan tingginya sedimentasi akibat perubahan tata guna lahan di Semarang Atas, sampah di dasar sungai, sistem drainase yang tidak tepat/tidak terawat hingga curah hujan dan fenomen alam lainnya yang secara tak langsung memperparah terjadinya banjir rob.
Hingga Maret 2024, banjir masih rutin menyambangi Kota Semarang. Sepeti lirik lagu jawa yang dipopulerkan Waldjinah di tahun 1967. Semarang Kaline Banjir...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.