Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Kompas.com - 19/02/2024, 10:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Setidaknya, orang yang sudah populer, dan punya ikatan batin antara aktor dan penonton walaupun tak kenal secara personal.

Ketiga, suksesnya "hallo effect", yakni kecenderungan seseorang yang disukai di satu bidang sebagai orang yang kredibel di bidang lain.

Mengapa bisa begini? Secara teori, masyarakat ingin menghemat energi otaknya dengan menyederhanakan semacam itu.

Kalau Komeng terbukti sebagai komedian lintas zaman, dari akhir 1990-an mencuat dengan jargon "Uhuy" dari acara Spontan di SCTV, dan kini tetap wara-wiri di televisi nasional tak terkalahkan komedian baru, maka sudah pasti keahliannya tak perlu diragukan lagi.

Walau Komeng bidangnya hiburan, tapi sekali lagi karena otak publik tak mau pusing, maka disimpulkan bisa kompoten juga di bidang kebijakan publik.

Ketiga, ada unsur kejut yang berimbas positif. Karena tak pernah pasang poster apalagi kampanye, juga tak sekalipun unggah posisinya sebagai calon DPD di akun medsos resminya, maka pemilih masuk bilik seolah dikagetkan, "Suprise!"

Kejutan ini bukan hal yang tidak menyenangkan, karena sosok yang mengejutkan adalah sosok yang dirasa selama ini tukang membuat senang. Menceriakan suasana.

Maka, ketika pemilih bingung tak ada calon lain yang dikenal dengan baik, maka Komeng tak ragu dicoblos.

Terakhir, terjadinya "exposure effect", yakni masyarakat cenderung menyukai sesuatu yang lebih populer dan familiar dari entitas lainnya yang tak terkenal.

Ini serupa tapi tak sama dengan "hallo effect", yakni benak khalayak enggan pusing menelisik sehingga ingin mudah saja menyimpulkan sesuatu.

Komeng survive melintasi zaman, dari mulai radio masih eksis, beralih ke televisi yang meluas, serta kini ke media sosial dan terutama Youtube, sehingga sudah pasti paling populer daripada puluhan calon DPD lainnya di Jawa Barat.

Tanpa perlu pelajari satu-satu portfolio, lahirlah kecenderung psikis kolegial memilih Komeng dari nama lainnya, yang boleh jadi lebih kompoten secara keilmuan politik, tapi tak punya nama.

Komeng terbukti bisa menerapkan jalur anti-mainstream saat berkampanye. Pun demikian, jangan coba sekali-kali copy paste strategi ini setelah tahu kisah Komeng di DPD Jabar.

Sesama entertainer, misal pentolan Dewa, Ahmad Dhani, saat Pileg 2019 juga sama sekali tidak kampanye karena sedang jadi tahanan politik yang undang simpati.

Namun tetap saja tak mendulang suara. Perlu momen, situasi, dan kondisi, yang barangkali, Komeng seorang yang memahaminya luar dalam. Uhuyy!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com